Pemahaman Petugas KPPS Bikin Pemilu Berantakan
Temuan JPPR ini berdasar laporan 2011 relawan yang melakukan pemantauan di 25 provinsi, 1005 TPS.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajerial penyelenggara pemilu di tingkat bawah, bikin pelaksanaan pemungutan suara Pemilu Legislatif 9 April 2014 amburadul. Hal tersebut dibuktikan dengan temuan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR).
"Sebanyak 399 TPS, petugas KPPS-nya kesulitan melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara. Sementara 606 TPS, petugasnya tidak mengalami kesulitan," ungkap Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Mochammad Afifuddin, di Bawaslu, Minggu (13/4/2014).
Menurut Afifuddin, kesulitan petugas KPPS ini terlihat dalam penerapan dan pelaksanaan pemungutan suara yang akses dan pelaksanaan peraturan pemungutan dan penghitungan suaranya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan KPU No 26 tahun 2013.
Temuan JPPR ini berdasar laporan 2011 relawan yang melakukan pemantauan di 25 provinsi, 1005 TPS. Afifuddin mencontohkan, salah satu kurangnya pemahaman petugas KPPS adalah ketika menghitung partai dan calon anggota legislatifnya dengan dua suara.
Temuan lainnya, anggota KPPS tidak menandatangani formulir pendampingan (C3) ketika seorang pendamping membantu pemilih tuna netra memberikan hak pilihnya di bilik suara. Itu terjadi di TPS No 39 Kelurahan Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Bahkan, ada petugas KPPS di Jakarta, yang hanya memberi surat suara DPD untuk pemilih tuna netra karena memang disediakan template huruf braille. Sementara surat suara DPR dan DPRD Provinsi tidak diberikan. Ketidakpahaman KPPS membuat pelaksanaan pemilu amburadul," ungkapnya.
Deputi Koordinator JPPR, Masykurudin Hafidz, menambahkan pemahaman kurang anggota KPPS terhadap prosedur pemungutan dan penghitungan suara karena pelaksanan bimbingan teknis yang sangat cepat.
"Buku panduan KPPS disebar dua minggu sebelum hari H. Tiap TPS, hanya ada dua buku panduan. Dari tujuh anggota KPPS, hanya dua yang ikut bimtek, itu pun banyak yang absen. Sehingga mereka hanya belajar dari buku. Pemahaman mereka di bawah rata-rata," ungkap Masykurudin.