Bawaslu Bisa Batalkan Hasil Pemilu yang Buruk
Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow, menegaskan proses penyelenggaraan Pemilu 2014 ini terbukti
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow, menegaskan proses penyelenggaraan Pemilu 2014 ini terbukti sangat buruk dengan banyaknya kecurangan dan politik uang dari Sabang hingga Merauke.
Menurut Jeirry, Bawaslu bisa membatalkan pemilu 2014 ini. KPU pun wajib melaksanakan pemilu ulang jika Bawaslu merekomendasikan untuk diulang. Karena itu, Bawaslu harus menjawab buruknya pemilu sekarang ini dalam rangka menyelamatkan suara rakyat.
Jeirry menuturkan, jadi yang bertanggung jawab terhadap buruknya pemilu ini adalah KPU, karena yang ditugaskan KPU. Karena itu, kalau pemilu 2019 nanti serentak, maka akan makin rumit dan kecurangan serta manipulasi akan makin canggih.
"Sekarang saja tak ada yang mengawasi penghitungan suara dari TPS, KPPS, PPK, rekapitulasi suara, hollowgram di C1 dipasang oleh KPUD Kabupaten/Kota, dan C1 yang diserahkan foto kopi, bukan yang asli, distribusi logistik yang berantakan, surat suara yang tidak berseri, pemilu ulang yang belum digelar dan sebagainya,” tegas Jeirry Sumampow dalam dialog kenegaraan ‘Pemilu 2014, Buruk atau Baik?, di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (30/4/2014).
Jeirry memberi beberapa contoh kasus seperti surat suara yang tertukar, tapi tanpa penjelasan apakah yang tertukar semisal di Surabaya, lalu surat suara untuk Surabaya itu tertukar dengan daerah mana, itu belum ada penjelasan dari KPU. Padahal, dari 32 provinsi yang tertukar itu meliputi 600-an TPS, dan masih banyak daerah yang belum menggelar pemilu ulang.
“Seharusnya, rekapitulasi suara di KPU dihentikan sambil menunggu selesainya pemilu ulang di seluruh Indonesia. Tapi, KPU jalan terus, apakah ini masih disebut rekapitulasi suara secara nasional?” kata Jeirry.
Menurut Jeirry, soal jadwal penghitungan itu juga bisa diubah, dan tidak harus mulai 26 April sampai 6 Mei 2014, karena terbukti penghitungan dan pemilu ulang belum selesai.
“Tapi, kenapa partai diam, dan masyarakat juga diam? Belum lagi penyelenggara pemilu dari saksi dan pengawas pemilu di KPPS banyak yang pulang, dan formulir C1 plano banyak juga yang hilang, maka otak-atik angka di C1 pun bisa berubah. Jadi, manipulasi dan politik uang ini sangat kompleks,” katanya.
Di mana setiap caleg dengan kewenangan KPPS bisa membuka formulir C1 tersebut usai lima hari pileg, maka setiap caleg sudah tahu berapa suaranya, dan lolos atau tidak ke Senayan atau DPRD? Dan, ketika itu pula kata Jeirry, transaksi jual-beli suara antara caleg dengan petugas KPPS atau PPK itu berlangsung.
“Apalagi penetapan suara nasional masih menunggu selama sebulan lagi, dan di sinilah taransaksi itu juga berlangsung sampai ditetapkan oleh KPU. Jadi, manipulasi suara itu banyak dilakukan oleh penyelenggara pemilu sendiri, dan semua itu menjadi tanggung jawab KPU,” katanya.