Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KH Maman Imanulhaq: Ingat Pesan Gus Dur

Pancasila cukup kuat menahan gejolak konflik horizontal dan sejarah telah membuktikannya.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in KH Maman Imanulhaq: Ingat Pesan Gus Dur
TRIBUNNEWS/DH Sapto Nugroho
Ketua Umum Gerakan Ekayastra Unmada, AM Putut Prabantoro (kiri) dan Sekretaris Umum Gerakan Ekayastra Unmada, KH Maman Imanulhaq (dua kiri) bersama beberapa pengurus mengadakan kunjungan ke redaksi Tribunnews.com di Gedung Tribun, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Senin (18/3/2013). Kunjungan tersebut dalam rangka silaturahmi. TRIBUNNEWS/DH SAPTO NUGROHO 

 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Negara Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika ini tidak pernah hancur karena konflik horizontal yang diakibatkan oleh perbedaan agama, suku, ras ataupun fundamentalisme. Pancasila cukup kuat menahan gejolak konflik horizontal dan sejarah telah membuktikannya.

Namun, negara ini akan hancur ketika pemimpin bangsanya korupsi dan tidak memiliki hati dalam memimpin. Demikian sharing KH Maman Imanulhaq, Pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan,Majalengka dan sekaligus pegiat pluralisme, Minggu (11/5/2014) ketika ditanya tentang dirinya menjadi salah satu dari 21 Tokoh Berintegritas yang diusulkan oleh AM Putut Prabantoro, Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) – dari wartawan, oleh wartawan dan untuk Indonesia.

Bersama KH Maman Imanulhaq, terpilih juga Didik Heru Purnomo (mantan Kasum TNI), Suryo Prabowo (mantan Kasum TNI), Oegroseno (mantan Wakapolri), Yunianto Sudriman Yogasara (mantan Dansesko AU), Basuki Tjahaja Purnama (Wagub DKI Jakarta), R Priyono (mantan Kepala BPMigas), Abdul Kholiq Arif (Bupati Wonosobo), Lukas Enembe (Gubernur Papua), Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung), Teras Narang (Gubernur Kalteng), Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng), Herman Sutrisno (mantan Bupati Banjar), La Tinro La Tunrung (Bupati Enrekang), Yusuf Wally (Bupati Keerom, Papua), Bima Aria (Wali Kota Bogor), Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), Suyoto (Bupati Bojonegoro), Hugua (Bupati Wakatobi), Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi), dan Ignatius Jonan (Dirut PT KAI).

Dikatakan oleh Maman bahwa apa yang diungkapkannya itu merupakan pesan paling berharga yang ia terima dari Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Dan, pesan itu akan dipegang selamanya dan ditularkan kepada banyak orang tanpa berpretensi apapun kecuali mengajak bangsa Indonesia memahami substansi dari pesan tersebut..

“Pesan itu harus saya pegang dan tularkan kepada bangsa Indonesia. Jangan korupsi dan ajakan itu tidak mudah untuk dilaksanakan untuk jaman sekarang. Kita lihat bagaimana para pimpinan dari Lembaga Tinggi Negara saat ini harus menjadi pasien dari KPK dan itu sangat menyakitkan. Bangsa ini rasanya tidak memiliki figur keteladanan para pemimpin lagi,” ujar Maman Imanulhaq yang oleh Majalah Tempo di salah satu edisi April 2014 dinobatkan sebagai caleg bersih.

TIDAK MUDAH
Menurut ayah dari 3 (tiga) anak ini, tidak mudah menjadi pemimpin bangsa karena seluruh tindakan, mulut, pikiran dan hati harus sama. Kesatuan keempat faktor ini akan diuji dengan jalannya waktu. Dalam perjalanan waktu, bangsa Indonesia melihat bagaimana para pemimpin bangsalah yang sebenarnya menghancurkan negara ini.

“Bangsa Indonesia tidak perlu makan jargon politik. Bangsa ini butuh vitamin ketauladanan dari para pemimpinnya. Ketika para pemimpinnya tidak korupsi, perbuatannya sesuai dengan yang diomongkan, ada perubahan ke arah perbaikan – semuanya akan ditiru oleh rakyat dan bawahannya. Namun sebaliknya ketika, ketika ada tidak kedamaian dalam hubungan antar para elit politik, itupun akan menular sampai ke masyarakat bawah,” ujar Maman, yang berhasil lolos ke Senayan ini.

Berita Rekomendasi

Penulis buku Zikir Cinta terbitan KOMPAS ini menandaskan bahwa, dirinya menjadi kaya ketika mewarisi ideologi Gus Dur dan menjadikannya nilai-nilai yang harus terus diperjuangkan. Dan dirinya ingin menyebarkan pokok pikiran Gus Dur kepada bangsa Indonesia.

Terkait dengan pemimpin bangsa, ditambahkannya, kultur Indonesia selalu mengatakan bahwa pimpinan negara atau kerajaan itu selalu terkait dengan wahyu kepemimpinan yang tidak bisa dibeli dan selalu berkaitan dengan kehendak Yang Mahakuasa. Sehingga, dalam konteks ini, ketika bangsa Indonesia merelakan dirinya mendapat “serangan fajar”, itu sama saja dengan merelakan wahyu kepemimpinan bangsa Indonesia ditukar dengan uang.

“Jangan heran jika kelak negara inipun akan dijual oleh pemimpin bangsa yang terpilih yang mendapatkan wahyu kepemimpinannya dengan cara membeli dari rakyat. Ini sudah menjadi risiko yang harus dipahami oleh bangsa. Pilihannya adalah mau mengembalikan kedaulatan pada rakyat atau mau menggadaikan kedaulatan rakyat kepada pemimpin negara ?” ujar suami dari Hj Upik Ropiqoh ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas