Pengamat Pertanyakan Revolusi Mental Jokowi
Dia menilai, sosok Jokowi belum tercermin penuh dalam visi misinya yang dia tulis di halaman opini Kompas pada 10 Mei 2014 lalu.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Polcomm Institute Heri Budianto menilai, visi misi revolusi mental yang ditawarkan bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Joko Widodo, sudah sangat baik.
Hanya, Heri mempertanyakan implementasi dari revolusi mental itu. Dia menilai, sosok Jokowi belum tercermin penuh dalam visi misinya yang dia tulis di halaman opini Kompas pada 10 Mei 2014 lalu.
Oleh karena itu, dia meminta agar Jokowi terlebih dahulu mempraktikkan revolusi mental itu, baru kemudian mengampanyekan kepada publik.
"Jokowi harus memberi komitmen, dia harus memberi contoh teladan bahwa pembangunan karakter dan mental yang ditulisnya itu dimulai dari dirinya sendiri," kata Heri saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/5/2014) malam.
Heri menilai, sebagai kepala daerah, Jokowi memang telah memberikan komitmen terbaik untuk menyelesaikan masalah di daerah yang dipimpinnya.
Namun, untuk kapasitas sebagai calon presiden, menurutnya, blusukan yang dilakukan Jokowi belum cukup. Ini sebab, Indonesia merupakan negara besar dengan permasalahan yang juga tak kalah besar.
"Betul jokowi sudah melaksanakan di Surakarta, di Jakarta. Untuk skup lokal cukup, tapi ini kan bicara dalam skala nasional," ujar akademisi Universitas Mercubuana itu.
Salah satu contoh permasalahan bangsa yang masif, menurut dia, adalah soal pemberantasan korupsi yang semakin merajalela. Heri menilai, Jokowi masih mempunyai komitmen yang minim dalam hal pemberantasan korupsi.
"Kalau dia berani mengatakan seperti di China, saya korupsi silakan gantung saya. Teladan dan komitmennya harusnya seperti itu," tambah Heri.
"Itu korupsi cuma salah satu contoh saja. Untuk masalah lain juga begitu. Perlu implementasi. Perlu ada platform yang jelas, supaya tidak jadi retorika belaka," pungkasnya.