Sigma Nilai Aneh Sikap Politik Demokrat Hadapi Pilpres
Tetapi di balik itu tercium Demokrat sebetulnya sedang coba memainkan strategi politik 'leha-leha'.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin menilai tidak perlu sebenarnya Partai Demokrat menyampaikan, Selasa (20/5/2014), pernyataan sikap politiknya menghadapi Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 mendatang.
Apalagi, menurut Said, sikap politik yang intinya menyatakan tidak akan bergabung secara formal dengan pasangan capres-cawapres manapun, sama sekali tidak memiliki signifikansi.
Ketua Harian Partai Demokrat, Syarriefudin Hasan atau yang akrab disapa Syarief Hasan memberikan pernyataan sikap politik Demokrat menghadapi pilpres 2014 di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Selasa (20/5/2014) sekitar pukul 16.00 WIB.
Sebab, tanpa harus disampaikan pun, dia tegaskan, terhitung sejak pukul 16.00 WIB tadi, secara hukum Demokrat sudah otomatis tidak bisa lagi ikut mengusung pasangan calon manapun secara formal.
"Itulah menit terakhir ditutupnya pendaftaran capres-cawapres di KPU. Pada menit itu pula Demokrat resmi menjadi penonton Pilpres. Jadi penyampaian sikap politik itu sudah lewat momentumnya," tandas Said kepada Tribunnews.com, Selasa (20/5/2014).
Sigma pun menilai aneh sikap Partai Demokrat yang menyatakan ingin mencermati terlebih dahulu visi, misi, dan program para capres, baru kemudian menentukan sikap mendukung salah satu pasangan.
"Itu lebih aneh lagi. Demokrat lupa mereka itu adalah partai politik, dan bukan ormas. Sebab, yang menilai dan mengkritisi visi, misi, dan program capres-cawapres itu adalah masyarakat, dan bukan partai. Dalam Pilpres, partai justru seharusnya berperan membantu menyusun visi, misi, dan program capres-cawapres. Bukannya malah berperan sebagai juri," kritiknya.
Jadi, menurut Said, penyampaian sikap politik Demokrat itu hanya kegiatan seremonial saja. Cuma sekedar basa-basi politik. Tetapi di balik itu tercium Demokrat sebetulnya sedang coba memainkan strategi politik 'leha-leha'.
"Mereka sengaja tidak mau bersusah-payah berjuang memenangkan salah satu pasangan calon, tetapi setelah Pilpres usai, mereka tinggal menawarkan dukungan di parlemen kepada capres-cawapres terpilih, dengan modal 61 kursi yang dimilikinya," jelasnya.
"Baik Jokowi-JK maupun Prabowo-Hatta yang memenangkan Pilpres, Demokrat tetap akan dicari karena pasangan calon terpilih akan membutuhkan dukungan yang kuat di parlemen. 61 kursi DPR RI milik Demokrat bisa dibarter dengan beberapa kursi menteri," imbuhnya.