Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Disayangkan, Dua Kandidat Presiden Tidak Singgung Kesehatan Jiwa

Nova Riyanti Yusuf menyayangkan kedua capres yang berkompetisi di pilpres 2014 tidak menyinggung mengenai persoalan kesehatan jiwa dalam visi misinya

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Disayangkan, Dua Kandidat Presiden Tidak Singgung Kesehatan Jiwa
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Nova Riyanti Yusuf 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf menyayangkan kedua capres yang berkompetisi di pilpres 2014 tidak menyinggung mengenai persoalan kesehatan jiwa dalam visi misinya.

"Ada kesan bahwa kedua pasangan capres-cawapres tidak memahami definisi kesehatan. Pembukaan Konstitusi WHO 1948 mendefinisikan kesehatan sebagai “a state of complete physical, mental, and social well being,” ujar Noriyu sapaan akrab Nova Riyanti Yusuf dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews.com, Minggu(1/6/2014).

Kesehatan,kata Noriyu menurut UU Nomor 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental/jiwa, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Berdasarkan definisi tersebut, maka menurut Noriyu kesehatan manusia harus dipandang secara utuh, dimana indikator sehat tidak saja didasarkan pada keadaan fisik yang sehat semata tetapi juga sehat secara mental/jiwa, spiritual, dan sosial dengan porsi yang seimbang.

"Artinya, kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan (integral) dari kesehatan secara umum dan merupakan salah satu unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup setiap manusia,"ujarnya.

Dari dua pasang capres lanjut Noriyu, hanya Joko Widodo yang menurutnya pantas diberikan penghargaan karena mengusung jargon 'Revolusi Mental'.

Sementara untuk Prabowo Subianto kata Politisi Partai Demokrat ini hanya menyerempet dan agak jauh dari harapan.

"Yang hampir menyerempet adalah Prabowo, ini pun masih agak jauh, yaitu konsep jaminan sosial untuk fakir miskin, penyandang cacat dan rakyat terlantar. Istilah cacat pun sebenarnya sudah tidak tepat sejak kita meratifikasi konvensi penyandang disabilitas pada tahun 2011,"katanya.

Lebih jauh Noriyu menjelaskan, pada injury time ini Komisi IX DPR RI sedang mengejar pembahasan agar dalam periode DPR RI 2009-2014 RUU Kesehatan Jiwa berhasil disahkan menjadi sebuah Undang-Undang. Butuh waktu lama untuk menyadarkan pentingnya prioritas pembangunan kesehatan jiwa.

Saat ini katanya Komisi IX DPR RI akhirnya masuk dalam tahap pembahasan RUU Kesehatan Jiwa bersama dengan Pemerintah. Dari 377 buah DIM (Daftar Inventaris Masalah) yang diajukan oleh Pemerintah, tersisa 60 buah DIM yang belum dibahas, tetapi waktu masih cukup.

"Semoga RUU ini berhasil menjadi sebuah undang-undang dan presiden terpilih 2014-2019 segera melahirkan peraturan pemerintah untuk tahap implementasi,"katanya.

RUU Kesehatan Jiwa bertujuan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa, termasuk dari kemungkinan bahaya dilecehkan secara seksual dan stigmatisasi.
Penegasan empat upaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Penekanan dikhususkan kepada upaya promotif dan preventif guna mencegah terjadinya gangguan jiwa, terutama bagi anak-anak dan kelompok rentan lainnya.

Dilakukan dari unit terkecil di dalam masyarakat, yaitu keluarga. Untuk kemudian diteruskan ke dalam unit yang lebih besar seperti lingkungan pendidikan ataupun lingkungan kerja bagi yang sudah dewasa.

"Pola asuh dan pola komunikasi dari orang tua bisa menjadi metode sederhana tercapainya cita-cita luhur pembangunan karakter generasi penerus bangsa yang kokoh,"ujar Noriyu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas