Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Harus Dibedakan Antara Kata Sambutan dan Kampanye

Jika setiap Capres, imbuh Ari, entah itu Prabowo atau Jokowi mendapat jatah pidato selama 3 menit.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Rendy Sadikin
zoom-in Pengamat: Harus Dibedakan Antara Kata Sambutan dan Kampanye
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Pasangan capres dan cawapres, Jokowi-JK berbicara saat acara pengundian dan penetapan nomor urut untuk pemilihan presiden Juli mendatang di kantor KPU, Jakarta Pusat, Minggu (1/6/2014). Pada pengundian ini, pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan nomor urut satu sedangkan Jokowi-JK nomor urut dua. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi protes yang dilancarkan tim pemenangan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa terhadap kata sambutan Joko Widodo saat pengundian nomor urut di Komisi Pemilihan Umum (KPU), berlanjut ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri mempersilakan Bawaslu dan publik menilai apakah pidato Jokowi--sapaan beken Joko Widodo--termasuk kampanye atau tidak.

Terkait hal itu, pengamat komunikasi politik Ari Junaedi melihat substansi isi kata sambutan Jokowi usai mendapat nomor urut 2 di KPU, Minggu (1/6/2014) siang, sebagai pemaknaan nomor yang disandangnya.

Jika setiap Capres, imbuh Ari, entah itu Prabowo atau Jokowi mendapat jatah pidato selama 3 menit. Tentunya, menurutnya, durasi waktu itu akan digunakan semaksimal mungkin untuk menyampaikan sikap dan perasaan.

"Bisa jadi pemaknaan Jokowi atas nomor 2 dipahami pendukung Prabowo-Hatta sebagai kampanye. Demikian juga sebaliknya oleh simpatisan Jokowi-JK apa yang diucapkan Prabowo juga kampanye. Jadi sebaiknya perbedaan pemaknaan tersebut tidak terlalu dipersoalkan," tandas Ari ketika dihubungi Tribunnews.com, Minggu (1/6/2014).

Justru yang harus diawasi bersama, tegas dia, adalah bagaimana kampanye pada 4 Juni hingga 2 Juli 2014 berlangsung dengan tertib, aman dan tidak melanggar aturan.

Lebih lanjut, menurut pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Diponegoro (Undip) ini, kekurangcerdasan tim sukses dalam mengurai kelemahan kompetitor terkadang sering mengulik hal-hal yang tidak substansial.

Berita Rekomendasi

Selain itu, imbuhnya, tim sukses menghindari black campaign (kampanye hitam) dan analogi-analogi yang menyesatkan.

"Istilah Perang Badar, pengklasifikasian Pandawa dan Kurawa, menyebut lawan kambing sementara dirinya bangga dibilang macan, adalah contoh yang tidak elok dan mendidik bahkan cenderung memprovokasi masyarakat," ucap Ari Junaedi.

Diketahui, dalam pidato di Gedung KPU, Jokowi mengajak rakyat Indonesia memilih nomor dua. "Indonesia dalam harmoni dan keseimbangan. Pilihlah nomor dua," kata Jokowi yang didampingi Jusuf Kalla.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas