Pengamat: Jangan Habiskan Energi untuk Perdebatkan Pidato Capres
Pakar psikologi politik dari UI Hamdi Muluk mengaku heran dengan hebohnya tanggapan pidato singkat dalam deklarasi damai pasangan capres cawapres.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk mengaku heran dengan hebohnya tanggapan pidato singkat dalam deklarasi damai pasangan capres-cawapres.
Menurut dia, komentar terkait pidato Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) sudah berlebihan dan menghabiskan energi.
Padahal kesadaran umum di masyarakat dalam melihat pemimpin itu pasti komprehensif, tak sekadar dilihat dari bagaimana pidatonya.
"Terlalu genit membahas pidato berjam-jam. Kalau soal kepintaran berpidato, yang sekarang juga jago, tetapi minim aplikasi," kata Hamdi Muluk, Rabu (4/6/2014).
Menurut Hamdi, baik yang disampaikan Prabowo maupun Jokowi dalam pidato di acara deklarasi damai sama-sama normatif, dan tidak merefleksikan apa-apa.
Prabowo dalam pidatonya memberikan intro soal pemilu sebagai ujung demokrasi, dan bagaimana demokrasi tetap menghadirkan kesejukan, lalu ditutup dengan sikap siap menerima apapun hasilnya.
Demikian juga pidato Jokowi yang menekankan agar demokrasi ini menghadirkan kegembiraan, bukan intimidasi dan ketakutan. Sama seperti Prabowo, Jokowi juga menutup dengan sikap siap menghormati dan menerima kehendak rakyat.
Jadi, kata dia, jangan menghabiskan energi untuk mengomentari.
Hamdi mengatakan, respon kubu Prabowo yang memuji pidato calonnya tidak akan terlalu berpengaruh. Demikian juga penilaian mereka bahwa pidato Jokowi tidak bermutu.
"Kalau intonasi dan gestur ya memang bagus, tetapi rakyat juga akan melihat secara komprehensif mana pemimpin yang
hanya pintar berpidato, mana pemimpin yang bekerja," ujarnya.
Dan untuk kubu Jokowi, lanjut dia, juga tidak perlu mengomentari pidato tersebut secara berlebihan. Hamdi meyakinkan bahwa saat ini masyarakat sudah cerdas dalam melihat calon pemimpinnya.
"Masyarakat akan melihat calon pemimpin yang akan dipilih dari semua sudut, bagaimana kepribadiannya, keluarganya, yang tidak ada kontroversi di masa lalu, dan apa yang sudah dikerjakan. Jadi tidak hanya yang pintar pidato," jelasnya.
Khusus terhadap Jokowi, Hamdi juga menyarankan untuk tidak terjebak pada polemik pidato. Menurut dia, Jokowi harus tetap dengan kekhasannya yang memang bukan orator, tetapi pekerja.
"Kalau nanti mendadak jadi pintar pidato dan bagus, justru tidak Jokowi lagi yang selama ini dilihat publik dengan figur pemimpin yang lugu dan tampil dengan bicara apa adanya," jelasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.