KIPP Beberkan Tujuh Potensi Konflik Pilpres 2014
Potensi konflik dalam Pilpres 2014 akan menganga jika syarat-syarat kunci pemilu demokratik tidak terwujud.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Potensi konflik dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) tahun 2014 di Indonesia akan menganga jika syarat-syarat kunci pemilu demokratik tidak terwujud.
Institusi penyelenggara Pilpres 2014 yang pada masa pemilu legislatif bukan hanya tidak mampu memperlihatkan kompetensi dalam kinerja, bahkan tidak sedikit yang tidak independen, akan menjadi salah satu sumber konflik manifes.
Untuk itu, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, berpandangan bahwa akar atau sumber konflik Pilpres 2014 yang harus diperhatikan dan diantisipasi di antaranya sebagai berikut:
Pertama, kampanye negatif atau “black campaign” terhadap pesaing politik pada kampanye yang dilakukan melalui pertemuan tatap muka, pertemuan terbatas, kampanye media, melalui media sosial, maupun ungkapan pada alat peraga kampanye.
"Reaksi dalam bentuk keberangan politik potensial terjadi sebagai bentuk “kontra black campaign” akan lebih parah, bila jajaran pengawas pemilu dan penegak hukum tidak tegas, konsisten dan adil menegakkan pasal larangan kampanye," ujar Girindra Sandino, Wakil Sekjen KIPP Indonesia, dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Rabu (11/6/2014).
Kedua, potensi konflik antar massa pendukung kedua kubu capres dan cawapres pada saat kampanye rapat umum mengingat situasi kompetisi yang memanas.
Peluang konflik lebih terbuka apabila para pelaksana kampanye menggunakan materi kampanye negatif dan pengamanan tidak memadai. Terlebih jika zonasi kampanye Pilpres dibagi dengan tidak memperhitungkan situasi dan kondisi lapangan.
"Pun fragmentasi politik masyarakat yang sudah mengidentifikasikan diri secara emosional dengan kubu capres dan cawapres. Dalam kondisi ini, tensi politik lebih menyengat, dan mudah terpicu menjadi konflik sosial," tutur Girindra.
Ketiga, jika terjadi kegagalan pengadaan dan distribusi logistik pemungutan suara dilokasi-lokasi yang ditentukan pada waktu pemungutan suara, tinta, bilik pemungutan suara, segel, alat untuk untuk mencoblos, dan tempat pemungutan suara.
KPU RI harus segera mengevaluasi apakah pengadaan dan distribusi logistik dapat berjalan tepat jumlah, tepat kualitas, tepat waktu dan tepat lokasi. Khususnya pengadaan dan distribusi surat suara, yang pada pemilu legislatif lalu mengalami masalah serius.
"Jangan sampai surat suara salah kirim. Jika pada Pileg lalu salah dapil atau salah jenis surat suara. Saat ini potensi salah kirim adalah kelebihan atau kekurangan surat suara jika salah lokasi, mengingat jumlah pemilih berbeda di berbagai daerah," terangnya.
Keempat, sumber konflik lainnya adalah fakta saluran hukum (pidana) yang tersumbat, terkait perilaku kelembagaan (institutional behavior) Polri yang lebih banyak menolak penanganan lebih lanjut kasus-kasus pidana strategis.
Apabila kanalisasi konflik melalui jalur hukum terhambat, maka potensi konflik aktual di jalur politik akan terbuka. Setidaknya, imbuh Girindra, arus gugatan secara hukum langsung ke pengadilan.
"Melalui proses hukum akan lebih tinggi, dengan penyelesaian yang bukan mustahil tidak memuaskan secara sosial," ujar Girindra.