PNS Tidak Boleh Kampanye, Termasuk Saiful Mujani
Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa pegawai negeri sipil (PNS) di mana pun termasuk di kementeriannya, tidak boleh melakukan kampanye politik
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Agama Profesor Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa pegawai negeri sipil (PNS) di mana pun termasuk di kementeriannya, tidak boleh melakukan kampanye politik, baik secara langsung atau tidak langsung.
Sebab, kata dia, kampanye adalah bagian dari kegiatan politik praktis dimana jelas menunjukkan keberpihakan kepada salah satu parpol atau calonpresiden atau calon kepala daerah.
"Jadi sebagai PNS itu tidak boleh," kata Nasarudin, saat dihubungi wartawan, Jumat (13/6/2014).
Ia menjelaskan selain diatur dalam Peraturan Pemerintah No 52 Tahun 2010 mengenai larangan PNS berkampanye politik, Presiden SBY juga sudah menegaskan dan menginstruksikan kepada PNS, TNI dan Polri yang ingin berpolitik praktis harus menanggalkan jabatannya, atau statusnya sebagai PNS.
Bahkan katanya dalam PP No 52/2010, mengatur bahwa PNS yang terlibat politik praktis bisa dicabut status kepegawaian atau status PNS nya.
Karenanya kata Nasaruddin, Saiful Mujani yang merupakan dosen PNS di UIN Syarif Hidayatullah, dan terang-terangan melakukan kampanye negatif terhadap calon presiden nomor urut 1, sebenarnya sudah dianggap melakukan politik praktis dan melanggar PP No 52/2010.
"Itu harus didalami lagi apakah ada pelanggaran atau tidak," katanya.
Sementara itu Irvan Hakim Nasution, pengamat politik dari Lembaga Kajian dan Study Nusantara, menyatakan Saiful Mujani selaku dosen PNS di UIN Syarif Hidayatullah, seharusnya mundur dari statusnya sebagai PNS atas apa yang dilakukannya.
"Jika ingin terlibat di politik praktis, ia harus menanggalkan statusnya itu. Sebab jika tidak maka yang dilakukannya sudah melanggar peraturan," katanya.
Sebelumnya, Saiful Mujani, yang merupakan pemilik lembaga riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), mengakui, dirinya mengimbau kepada masyarakat luas, untuk tidak memilih Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1 Prabowo-Hatta.
Menurut Saiful itu sengaja dilakukannya karena berdasarkan pandangan politiknya sendiri secara pribadi.
"Karena terdorong pandangan politik saya, maka saya terang-terangan katakan supaya jangan pilih Prabowo. Sebab sebelumnya Prabowo direkomendasikan diberhentikan dari TNI dan itu sudah jadi berita umum. Itu bukan fitnah. Kampanye hitam itu kan kalau menyampaikan fitnah," ujar Saiful.
Dia mengatakan, pernyataannya itu sudah beberapa kali dia sampaikan di jejaring media sosial.
"Waktu kebetulan saya pulang kampung ke Cinangka, Serang, Banten. Saya sampaikan juga hal itu. Saya sampaikan kepada teman saya semua," katanya.
Menurutnya, karena hanya ada dua pasangan peserta Pemilu Presiden (Pilpres) 2014, maka kampanye untuk tidak memilih Prabowo berdampak dan dianggap ia berkampanye untuk memilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.(bum)