Sidang Uji Materi UU Pilpres di MK Tidak Lebih dari 15 Menit
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Gusti Sawabi
Laporam Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rabu (18/6/2014) Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
Dalam persidangan yang berlangsung cukup singkat hari ini, tidak lebih dari 15 menit, hanya mengagendakan perbaikan permohonan yang disampaikan para pemohon sesuai dengan sidang pendahuluan sebelumnya.
Andi Asrun perwakilan dari pemohon Forum Konstitusi mengatakan bahwa mereka sudah memperbaiki permohonanya sesuai dengan arahan majelis hakim konstitusi.
"Sudah diperbaiki sesuai arahan yang mulia. Kita juga sudah siapkan ahli Pak Natabaya dan Pak Harjono," ujar Andi dalam perisidangan, Jakarta, Rabu (18/6/2014).
Sementara pemohon dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) beserta dua orang pemohon perseorangan (nomor perkara: 51/PUU-XII/2014), yang diwakili kuasa hukumnya mengatakan akan menghadirkan saksi ahli guru besar hukum tata negara dari Universitas Andalas dan peneliti CSIS Niko Harjanto.
Pemohon lain dua orang advokat atas nama Sunggul Hamonangan Sirait dan Haposan Situmorang (nomor perkara: 53/PUU-XII/2014) mengatakan sudah memperbaiki laporan dan bergabung dengan pemohon lainnya untuk saksi ahli.
"Bagus juga tidak terlalu banyak ahli. Sidang pleno untuk permohonan ini dilaksanakan Senin 23 Juni pukul 11.00 WIB untuk mendenarkan keterangan dari pemerintah, DPR, dan saksi ahli," kata ketua majelis Hamdan Zoelva.
Sebelumnya, Forum Pengacara Konstitusi diwakili Andi Asrun menjelaskan bahwa ketentuan tersebut merupakan bagian dari konstruksi hukum yang dibangun bersama Pasal 6A ayat (3), Pasal 6A ayat (4), dan Pasal 159 ayat (2) UU Pilpres. Konstruksi tersebut secara implisit mengharapkan agar pasangan calon adalah lebih dari dua, sehingga diambil dua yang terbanyak kemudian maju pada putaran kedua.
Namun, para Pemohon menilai konstruksi tersebut menimbulkan ketidakpastian tafsir akibat ketidakjelasan target penerapannya terutama dikaitkan dengan situasi Pemilu Presiden 2014 yang hanya diikuti dua pasangan calon.
Jika putaran II dilaksanakan karena pasangan calon tidak ada yang memenuhi syarat kemenangan sebagaimana diatur Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres, kedua pasangan calon yang sama akan bertarung kembali. Ini dinilai akan mengakibatkan pemborosan keuangan negara dan ketidakstabilan politik, bahkan bukan tidak mungkin akan menimbulkan gesekan keras di kalangan akar rumput pada masing-masing pendukung