Dinilai Bawa Harapan Bagi Perekonomian, Jokowi-JK Harus Menang
Alasan Nusyirwan, calon presiden yang dikenal dengan sapaan Jokowi itu telah membangkitkan harapan baru bagi perekonomian Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan, Nusyirwan Soejono menyatakan bahwa Joko Widodo sudah semestinya menjadi Presiden RI selanjutnya.
Alasan Nusyirwan, calon presiden yang dikenal dengan sapaan Jokowi itu telah membangkitkan harapan baru bagi perekonomian Indonesia.
Menurut Nusyirwan, berbagai keputusan penting menyangkut Jokowi dalam proses pemilu presiden (pilpres) ternyata mampu menghadirkan harapan positif.
Misalnya saat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberi mandat ke Jokowi untuk menjadi capres dari PDIP, indeks harga saham gabungan (IHSG) langsung naik.
Selain itu, mandat agar Jokowi jadi capres juga membuat nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS.
“Jadi Jokowi-JK harus sukses di Pilpres 9 Juli 2014 nanti. Ini untuk menghindari kejatuhan nilai rupiah. Kemarin USD sudah tembus Rp 12 ribu,” ucap Nusyirwan di Jakarta, Kamis (26/6/2014).
Anggota komisi bidang infrastruktur di DPR RI itu menambahkan, kondisi makro ekonomi saat ini akan menyulitkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merealisasikan target-target sesuai nota keuangan yang disodorkan saat menyampaikan Nota Keuangan RAPBN 2014 tahun lalu.
Dipaparkannya, saat ini saja sudah terjad pemotongan-pemotongan anggaran untuk berbagai program yang sebenarnya sudah dianggarkan di APBN.
Selain itu, lanjutnya, saat ini nilai tukar rupiah sudah melampaui asumsi APBN-P yang dipatok Rp 11.600.
Pelemahan rupiah diperkirakan akan menimbulkan defisit anggaran semakin besar dan menganggu kemampuan pembiayaan pemerintah maupun swasta dalam membayar pinjaman dalam bentuk USD.
Namun demikian Nusyirwan tetap berharap persoalan ekonomi saat ini tidak menimbulkan beban bagi pemerintahan mendatang.
“Semoga hasil Pilpres membawa harapan, bukanya membuat keadaan menjadi krisis,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan M Chatib Basri menyatakan bahwa sebenarnya pelemahan rupiah hanya bersifat sementara. Menurutnya ada tiga faktor sehingga kurs rupiah melemah.
Faktor pertama adalah situasi politik di Indonesia yang masih belum stabil menjelang pemilihan presiden. Kedua, neraca perdagangan Indonesia yang masih defisit dan ketiga masih berlangsungnya geopolitik di Irak yang menyebabkan gejolak di harga minyak dunia.