Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kami Sudah Disumpah Atas Nama Tuhan

interpreter dalam debat capres-cawapres ini adalah hasil kerjasama KPU dan Pusat Pemilihan Umum Akses Penyangdang Cacat (PPUA).

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Ade Mayasanto
zoom-in Kami Sudah Disumpah Atas Nama Tuhan
Tribunnews/JEPRIMA
Calon presiden pasangan nomor urut satu, Prabowo Subianto (kiri) bersama calon presiden pasangan nomor urut dua, Joko Widodo atau sering disapa Jokowi (kanan) menyampaikan visi dan misinya saat mengikuti acara Debat Capres 2014 putaran ketiga di Holiday Inn, Jakarta Utara, Minggu (22/6/2014). Pada debat kali ini mengangkat tema Politik Internasional dan Ketahanan Nasional. (Tribunnews/Jeprima) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir dan Nurmulia Rekso P

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mulai debat kedua capres-cawapres hingga debat terakhir atau kelima, KPU akan menyediakan penerjemah bahasa isyarat (sign interpreter) yang disiarkan secara langsung stasiun televisi bersamaan debat tersebut. Bagaimana suka-duka intepreter tersebut lantaran bahasa yang digunakan capres-cawapres kadang belum membumi seperti Drone atau pesawat tanpa awak serta Main Battle Tank. Berikut liputan khusus Tribunnews mengulas kisah suka-duka intepreter bagi tuna rungu pada debat capres-cawapres Pilpres 2014.

KPU sengaja menayangkan intepreter untuk membantu penyandang tuna rungu mendapatkan visi misi capres-cawapres yang bertarung melalui debat. Sejak debat capres-cawapres sesi kedua yang berlangsung di Hotel Gran Melia Jakarta pada Minggu, 15 Juni 2014, dan disiarkan stasiun televisi, tampak seorang menggerakkan tangan dengan cepat dan mimik ekspresif di bagian bawah kiri layar televisi.

Seorang interpreter dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin), Pinky CR Warouw menceritakan, adanya interpreter dalam debat capres-cawapres ini adalah hasil kerjasama KPU dan Pusat Pemilihan Umum Akses Penyangdang Cacat (PPUA).

"Saya petugas dari Gerkatin, di mana Gerkatin di bawah PPUA. Jadi, mereka yang buat MoU dengan KPU untuk membantu difabel, termasuk untuk bahasan isyarat," kata Pinky CR Warouw kepada Tribunnews, Kamis (26/6/2014) lalu.

Menurutnya, ada tiga intepreter dari Gerkatin yang disetujui KPU untuk menerjemahkan bahasa isyarat debat capres-cawapres. Yakni Pinky, Winda Utami dan seorang pria. Ketiganya menjadi intepreter bahasa isyarat untuk debat secara bergantian.

Sebelum melaksanakan tugasnya, pihak KPU dan perwakilan Tim Sukses capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla mewajibkan ketiga interpreter tersebut untuk sumpah bersikap netral di bawah kitab suci. "Kami sudah disumpah agar netral dan memang harus netral. Sumpah itu karena tidak semua masyarakat mengerti bahasa isyarat tunarungu," ujarnya.

Berita Rekomendasi

"Jadi, saya sebagai petugas, saya tidak mau disalahkan tentang kenetralan tersebut. Karena kami yang sudah disumpah pun harus dievaluasi hasil kerjanya oleh PPUA," imbuhnya.

Pinky meyakinkan, dirinya dan kedua rekannya sebagai penerjamah bahasa isyarat debat capres-cawapres mengendepankan netralitas sebagaimana sumpah yang telah dilakukan.
"Waktu kami hadir di debat kedua, makanya dibilang memihak. Padahal, kami sudah disumpah atas nama Tuhan. Buat saya, lebih baik masuk penjara daripada masuk neraka," ucapnya.

Ditegaskan Pinky, penerjemah bahasa isyarat debat capres dituntut tidak terbawa emosi dengan suasana yang terjadi di lokasi debat. Karena itu, untuk menjaga netralitas, pihak KPU menyediakan sebuah bilik berukuran sekitar 2x3 meter persegi untuk tempat pengambilan gambar bagi penerjemah bahasa isyarat di lokasi debat. "KPU bagus, untuk jaga netralitas, kami ditempatkan di ruangan kecil dan dibantu layar monitor dan audio," ujarnya.

Pinky menolak menjawab saat ditanya nilai uang honor untuk jasanya menjadi penerjemah bahasa isyarat debat capres-cawapres ini. "Karena yang punya acara KPU, kami tidak melakukan tawar-menawar. Dikasih atau atau tidak, yah kami terima aja. Puji Tuhan yah dapat juga. Tapi tidak bisa saya sebutkan, tidak etis. Kalau uang intensif secara logikanya kan ada karena kami bukan volunteer, tapi kami ditunjuk oleh KPU," jelasnya. (bersambung)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas