Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Siapa Lembaga Survei yang Berbohong?

Untuk memastikan siapa Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019 masih harus menunggu hitung manual hasil akhir Komisi Pemilihan Umum.

Penulis: Y Gustaman
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengamat: Siapa Lembaga Survei yang Berbohong?
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Kordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampouw menjadi pembicara pada diskusi terkait Pilkada DKI Jakarta, Senin (9/7/2012). Diskusi ini menyoal wacana penundaan Pilkada DKI Jakarta 2012 karena permasalahan DPT. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yogi Gustaman

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Untuk memastikan siapa Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019 masih harus menunggu hitung manual hasil akhir Komisi Pemilihan Umum.

Uniknya, hasil hitung cepat lembaga survei berbeda antara yang diklaim kubu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow mengaku hasil hitung cepat lembaga survei ini akan menjadi patokan sah siapa yang menang dan siapa yang kalah. Bisa juga hasil ini dimaksudkan mengontrol hasil akhir yang akan ditetapkan KPU.

Menurut Jeirry, adanya perbedaan hasil cepat lembaga survei sebetulnya juga biasa. Hanya yang kini terjadi tidak biasa, sebab hasil survei ada perbedaan radikal. Satu pihak memenangkan Prabowo-Hatta dan lainnya memenangkan Jokowi-JK.

"Melihat hasil seperti itu sudah pasti ada lembaga survei berbohong. Ini tentu sangat memprihatinkan. Pasti ada lembaga survei yang mengumumkan hasil sesuai kemauan yang membayarnya," ujar Jeirry kepada Tribunnews.com, Rabu (9/7/2014).

Publik, sambung Jeirry, mengaku prihatin karena para peneliti lembaga survei mau menggadaikan ilmu dan keahliannya untuk kepentingan kandidat yang membayar. Fenomena ini sangat menyedihkan karena bisa memicu hal-hal yang tak diinginkan.

Berita Rekomendasi

Kalau kemudian ada lembaga survei yang berbohong, publik harus minta pertanggungjawaban mereka. Sebab kebohongan dan manipulasi yang mereka lakukan bisa menimbulkan gesekan sosial di antara para pendukung pasangan calon.

"Hasil hitung cepat seperti ini, maka proses rekapitulasi (suara oleh penyelenggara pemilu, red) akan sangat rawan intervensi dan manipulasi. Sebab kedua kandidat sudah saling klaim sebagai pemenang," tambah Jeirry.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas