Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hamdi Muluk: Quick Count Tidak Rumit, Tapi Dananya Tidak Sedikit

Namun, imbuh Hamdi, hal tersebut merupakan pekerjaan besar dan membutuhkan dana tidak sedikit.

Editor: Rendy Sadikin
zoom-in Hamdi Muluk: Quick Count Tidak Rumit, Tapi Dananya Tidak Sedikit
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Anggota Dewan Etik Persepi, Hamdi Muluk memberikan keterangan pers terkait audit lembaga survei, di Jakarta Pusat, Rabu (16/7/2014). Persepi memberhentikan dua lembaga survei yaitu, Puskaptis dan Jaringan Suara Indonesia (JSI) karena tidak bersedia di audit proses perhitungan cepat pada pemilu presiden 2014. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Hamdi Muluk menyebut pekerjaan quick count atau hitung cepat dalam pemilihan presiden (pilpres) bukan lah pekerjaan yang rumit.

Namun, imbuh Hamdi, hal tersebut merupakan pekerjaan besar dan membutuhkan dana tidak sedikit.

Hal itu disampaikan Hamdi dalam "Seminar Sehari Quick Count, Etika Lembaga Riset, dan Tanggung Jawab Ilmuwan," yang digelar the Indonesian Institute, di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2014),

Hamdi menyebut pekerjaan hitung cepat sama mudahnya seperti memasukan angka-angka pada sebuah kalkulator.

Sampel yang diambil pun berdasarkan hasil rekaptiulasi di Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang sudah berbentuk angka. Hal itu tentunya lebih mudah dibandingkan melakukan survei, yang berkaitan dengan presepsi masyarakat.

Dengan demikian, menurutnya, untuk mengaudit suatu lembaga tentang hasil hitung cepat yang telah dilakukan, bukanlah hal yang sulit. Kata dia, tidak perlu ilmu investigasi yang tinggi untuk membuktikan kevalidan hasil hitung cepat sebuah lembaga.

"Karena prosesnya perlu kematangan dan ketelitian, dan meninggalkan jejak yang jelas. Tidak perlu ilmu investigasi," katanya.

Berita Rekomendasi

Hitung cepat tersebut dilakukan dengan cara menyebarkan tenaga surveyor ke sejumlah TPS yang dianggap mewakili. Setelah TPS tersebut direkapitulasi, kemudian hasilnya akan dikabarkan ke pusat data melalui sejumlah alat, salah satunya adalah melalui pesan singkat.

Untuk memeriksa apakah data yang masuk merupakan hasil penghitungan suatu TPS, proses audit bisa dilakukan dengan bekerja sama dengan provider selular untuk memeriksa pesan singkat yang disampaikan ke pusat data, apakah pesan tersebut dikirim dari lokasi yang sama dengan TPS yang dimaksud.

Kekisruhan terkait hitung cepat terjadi pada 9 Juli, setelah pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, maupun Joko Widodo-Jusuf Kalla, sama-sama mengaku menang berdasarkan hitung cepat lembaganya masing-masing.

Hal itu pun berubah menjadi kekisruhan karena aksi saling tuding dan saling melaporkan. Persepi kemudian memanggil anggotanya yang tersangkut sengketa tersebut.

Hasilnya lembaga survei yang mengunggulkan Jokowi-JK termasuk LSI memenuhi pemeriksaan tersebut, sementara dua lembaga survei yang mengunggulkan Prabowo-Hatta, Puskaptis dan Jaringan Suara Indonesia (JSI), menolak.

Puskaptis dan JSI menolak karena Burhanudin yang terang-terangan mengaku pro Jokowi-JK dan Saiful Mujani yang lembaganya juga tersangkut sengketa tersebut, merupakan anggota dewan etik Persepsi.

Selain itu anggota dewan etik Persepsi lainnya, Hamdi Muluk juga terang-terangan mengaku pro Jokowi, dan Andrinof Chaniago tercatat sebagai anggota tim sukses Jokowi-JK.

Padahal terkait kekisruhan hitung cepat pilpres, Burhanudin, Saiful, Hamdi dan Andrinof sementara dikeluarkan dari dewan etik. Hamdi mengaku mempercayai hasil survei yang dilakukan sejumlah lembaga yang mengunggulkan Jokowi-JK.

Namun ia tidak bisa mempercayai hasil hitung cepat yang dilakukan Puskaptis dan JSI, karena keduanya menolak untuk diperiksa dewan etik persepsi.

"Kita tidak bisa pastikan, hasilnya seperti apa kita tidak bisa percaya," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas