Satu Anggota KPU Dikawal Seorang Polisi Bersenjata
Sejak Senin (21/7/2014) masing-masing anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendapat pengawalan khusus dari seorang polisi
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak Senin (21/7/2014) masing-masing anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendapat pengawalan khusus dari seorang polisi dari satuan Pengamanan Objek Vitak (Pangobvit) Mabes Polri.
Pengawalan khusus ini diberikan pihak Mabes Polri sebagai antisipasi gangguan keamanan ataupun kerusuhan yang disebabkan aksi massa di kantor KPU pusat, Jakarta, pada hari-H, Selasa (22 Juli 2014) hari ini.
"Ada. Jadi, mulai pagi ini (kemarin) disediakan pengawal untuk setiap komisiner KPU. Saya nggak tahu dari satuan mana. Tetapi, sejak hari ini disediakan, masing-masing satu orang. Sebelumnya tidak ada. Sebelumnya, staf ada juga hanya untuk staf di kantor, pengawal nggak ada. Karena memang back up dari kepolisian itu sudah ada sejak Pileg," ujar anggota KPU, Ida Budiarti, saat berbincang dengan Tribun di sela rekapitulasi nasional Pilpres 2014 di kantor KPU, Jakarta, Senin (21/7/2014) malam.
Informasi yang dihimpun Tribun, polisi yang mengawal anggota KPU tersebut dilengkapi senjata api dengan mengenakan seragam safari lengan panjang warna hitam. Mereka mengawal setiap anggota KPU sejak berangkat dari rumah, di kantor KPU hingga kembali ke rumahnya masing-masing.
"Kalau komisoner KPU-nya rapat pleno, mereka di ruangan masing-masing anggota KPU itu. Sebab, Ketua KPU sendiri yang minta tidak boleh ada pihak keamanan berseragam di dalam ruang rapat pleno agar tidak ada kesan berlebihan," ujar internal KPU yang enggan disebut namanya.
Ida mengatakan, jika dirinya melihat dari kacamata orang awam, maka fasilitas pengawalan pribadi anggota KPU terbilang tidak diperlukan mengingat sejauh ini tidak ada potensi gangguang ancamanan serius terhadap keamanan diri.
Namun, Ida dan enam anggota KPU lainnya memahami dan menghormati bahwa pengawalan ini diberikan atas pertimbangan keamanan pihak kepolisian.
"Kalau misal saya itu secara awam, saya merasa bahwa saya tidak merasa mendapat ancaman maupun merasa terancam secara fisik. Sebab, saya merasa tidak perlu. Tetapi, pihak kepolisian ini, bahwa Kapolri mempunyai pertimbangannya sendiri. Di mana memang mempunyai ilmunya untuk melakukan perkiraan keamanan yang kita tidak tahu, orang awam tidak memilik kemampuan itu. Sehingga apapun dari kepolisian kita hormati dan ikuti," paparnya.
Ida mengaku belum mengaku masih bertanya-tanya, apakah dirinya memang perlu dikawal mulai berangkat dari rumah ke kantor KPU hingga kembali ke rumah. Lagi, ia merasa yakin bahwa pemberian pengawalan ini tak terlepas karena Kapolri Jenderal Sutarman tidak ingin 'kecolongan' tentang keamanan penyelenggara pemilu.
"Tapi, yah kita ini tidak punya ilmunya soal keamanan. Mungkin boleh jadi pertimbangan kepolisian berbeda. Dan saya yakin Kapolri tidak ingin 'kecolongan', tidak mau underestimed. Karena apapun yang terjadi nanti menjadi bagian tanggung jawab kepolisian terkait menjaga keamanan dan kelancaran proses rekap juga," jelasnya.