Ketua PBHI Jakarta: Empat Lembaga Survei Harus Ditangkap
"Memang ini pemeriksaan pertama kita. PBHI ingin memastikan kasus ini tidak mengambang dan akan terus mengawal," ujar Poltak Agustinus Sinaga.
Editor: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Subdit Cyber Crime Polda Metro Jaya mengawali pemeriksaan terhadap Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI Jakarta) Poltak Agustinus Sinaga, Jakarta, Selasa (5/8/2014).
Polisi memeriksa Poltak sebagai pelapor atas dugaan pembohongan publik yang dilakukan empat lembaga survei seiring hasil hitung cepat mereka manipulatif pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014.
"Memang ini pemeriksaan pertama kita. PBHI ingin memastikan kasus ini tidak mengambang dan akan terus mengawal. Empat lembaga survei itu harus ditangkap karena melakukan pembohongan publik," ujar Poltak kepada Tribunnews.com.
Sekadar informasi, empat lembaga survei yang dilaporkan adalah Lembaga Survei Nasional (LSN), Indonesia Research Center (IRC), Jaringan Suara Indonesia (JSI) dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) meresahkan publik.
Poltak menegaskan, PBHI independen dan netral dalam pelaporan ini, dan tidak sama sekali memiliki kecenderungan pada pasangan calon presiden dan wakil presiden mana pun. Pelaporan empat lembaga survei murni didasari karena mereka sudah membonhongi publik.
Kebohongan mereka, sambung Poltak, sudah nampak ketika organisasi induknya Persepi memanggil Puskaptis dan JSI untuk mengklarifikasi metode hasil hitung cepat mereka namun tidak hadir. Ini bukti kerja ilmiah mereka tak mau diuji.
Dikatakan Poltak, empat lembaga survei makin terlihat membohongi publik setelah Komisi Pemilihan Umum mengeluarkan hasil hitung riil. Hasilnya, prosentase hasil hitung cepat empat lembaga survei jauh berbeda dengan hasil KPU.
"Menggunakan peristiwa pemanggilan Persepi dengan hasil hitung riil KPU sudah membuktikan empat lembaga survei ini melakukan pembohongan publik dengan hasil hitung cepat mereka. Kita tidak mau kasus ini mengambang," imbuhnya.
Menurut Poltak, pelaksanaan pemilu di Indonesia tidak sekali ini dilakukan, dan masih ada selanjutnya. Lembaga survei yang sudah berani memanipulasi data surveinya, maka akan mengganggu proses demokrasi mendatang.
Sebagai pelengkap laporannya, PBHI Jakarta sudah menyertakan sejumlah barang bukti seperti video rekaman tayangan, dan pernyataan empat lembaga survei yang diduga melakukan praktek manipulatif dan pembohongan publik.
Larangan pelaku pembohongan publik termaktub dalam Pasal 55 Undang-undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2008 tentang informasi publik dan pasal 28 ayat 1 No 11 Tahun 2008 tentang informasi transaksi elektronik.