Soroti Rangkaian Merdeka Belajar, Komisi X DPR: Masih Banyak PR, Bukan Sekedar UN
Anggota Komisi X DPR, Ledia Hanifa meminta agar melihat satu kesatuan rangkaian kebijakan 'Merdeka Belajar' tidak hanya masalah penghapusan UN.
Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Fathul Amanah
"Betul bahwa masing-masing daerah punya muatan lokal. Tetapi kalau untuk hal-hal seperti ini harus ada minimum dasar secara nasional," tegasnya.
Di sisi lain, menyikapi tanggapan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menolak adanya penghapusan Ujian Nasional, Ledia buka suara.
Kembali Ledia mengatakan, bahwa evaluasi terhadap siswa itu dapat dilakukan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Menurutnya, pendekatan USBN ini ada pada pengukuran asesmen yang dilakukan guru di sekolah.
Sementara pengganti UN (Asesmen Kompetensi Minimum) dilakukan untuk mengukur mutu pendidikan di sekolah.
"Apakah mutu pendidikan dan pengajaran di sekolah itu sudah memenuhi standar atau enggak? Atau jangan-jangan misalnya belum," kata Ledia.
Sebab dikhawatirkan adanya clustering dalam melihat sekolah.
Misalnya melihat sekolah mutu baik dan ada pula sekolah mutu buruk.
Hal tersebut akan membuat perlakuan terhadap sekolah-sekolah tidak sama.
"Ketika kita bicara tentang USBN-nya, asesmennya itu memang harus dilihat sejak awal. Nih anak ketika masuk bagaimana? Kemudian dalam waktu setahun, dua tahun, tiga tahun kan ada asesmennya berlanjut. Nah itu yang akan dilihat apakah ada peningkatan atau enggak," kata Ledia menjelaskan.
Namun, menurutnya hal yang akan menjadi problem adalah dari pihak guru.
Seperti halnya jika guru tidak kreatif atau tidak dapat menerapkan asesmennya terhadap siswa.
Ledia menakutkan jika hal tersebut terjadi, maka apa yang dikhawatirkan Jusuf Kalla akan menjadi kenyataan.
Ledia mengimbau agar penafsiran kebijakan 'Merdeka Belajar' tidak diartikan secara mentah.