Dosen ITS Raih Paten Berkat Kembangkan Alat Pemurnian Biogas dari Kotoran Ternak
Biogas yang bersumber dari kotoran ternak memang tak hanya mengandung gas metana (CH4) namun juga gas-gas pengotor lainnya, salah satunya H2S.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya kembali meraih paten berkat invensi yang mereka kembangkan.
Kali ini paten diberikan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI) atas invensi yang dikembangkan tim peneliti dari departemen Teknik Instrumentasi ITS.
Tim yang diketuai dosen Teknik Instrumentasi, Ir Arief Abdurrakhman ST MT ini memperoleh sertifikat paten atas invensinya yang berjudul 'Sistem Pemurnian Biogas Otomatis dengan Teori Kelarutan Gas oleh Air'.
Inovasi ini berawal dari keprihatinan Arief terhadap tak maksimalnya pemanfaatan biogas di Jawa Timur menjadi sumber energi.
Padahal, menurutnya, biogas tak hanya dapat digunakan sebagai bahan bakar kompor gas, namun juga untuk sumber energi listrik.
Sementara itu, beberapa daerah peternakan di Jawa Timur seperti Malang, Pasuruan dll memiliki potensi yang besar sebagai salah satu penghasil biogas dari kotoran ternak.
Setelah melalui berbagai survei dan penelitian pendukung, ia dan timnya mengetahui bahwa masyarakat di daerah peternakan masih ragu memanfaatkan biogas sebagai sumber energi terbarukan karena biogas dinilai dapat merusak generator listrik.
Biogas yang bersumber dari kotoran ternak memang tak hanya mengandung gas metana (CH4) namun juga gas-gas pengotor lainnya, salah satunya H2S.
Gas pengotor inilah yang menyebabkan generator listrik cepat rusak akibat sifatnya yang korosif.
Melihat permasalahan tersebut, Kepala Subdirektorat Pengembangan Kewirausahaan dan Karir ITS ini menciptakan alat pemurni biogas otomatis ini bersama lima mahasiswa Teknik Instrumentasi yang menjadi anggota timnya.
Invensi yang telah ia kembangkan mulai awal tahun 2017 ini pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mampu mereduksi gas pengotor H2S yang terkandung dalam biogas, secara otomatis.
Dengan adanya alat ini, pemanfaatan biogas sebagai sumber energi listrik dapat dimaksimalkan tanpa menimbulkan kerusakan pada generator.
Setelah menunggu proses paten selama kurang lebih 3 tahun, kini Arief berharap karyanya ini dapat membantu memaksimalkan potensi pemanfaatan biogas sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia. Selain dapat bekerja secara otomatis, keunggulan invensi sistem pemurnian biogas ini menggunakan teori kelarutan gas oleh air sehingga bahan bakunya sangat mudah dicari oleh masyarakat.
“Semua bahan purifikasi yang digunakan dalam sistem ini sangat mudah didapatkan oleh para peternak yang memiliki reactor biogas skala rumah tangga, karena bahan baku utamanya adalah air," katanya. (Tribun Network)