Wali Murid Memarahi Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta saat Konferensi Pers, Protes Soal PPDB
Sang wali murid tersebut tidak terima lantaran anaknya tidak diterima di sekolah favorit melalui sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Editor: Dewi Agustina
"Saat ini era desentralisasi dan otonomi pendidikan ke daerah, sebaiknya regulasi pusat hanya mengatur umum, detailnya serahkan ke dinas pendidikan," kata Fikri.
Fikri menyoroti masih banyaknya aduan soal problematika penerapan PPDB di berbagai wilayah.
Zonasi yang dipaksakan, kata Fikri malah berimbas pada kesenjangan jumlah murid, bukan pemerataan.
"Contoh kasus di dapil saya di Kota Tegal, ada satu kecamatan Tegal Selatan yang tidak ada SMA dan SMK, orang tua murid jadi stres mau sekolah di mana anaknya,” kata dia.
Sementara itu, yang sedang hangat soal kuota umur yang menjadi syarat dalam kuota zonasi PPDB di DKI Jakarta.
"Dasarnya tetap kebijakan Permendikbud nomor 44/ 2019 tentang PPDB,” jelas Fikri.
Fikri menjelaskan, dalam Permendikbud 44/2019 pasal 24 ayat (1) disebutkan seleksi jalur zonasi dan jalur perpindahan orangtua/wali calon peserta didik kelas 1 SD mempertimbangkan kriteria dengan prioritas: a. usia sebagaimana pasal 7 ayat (1), dan b. jarak tempat tinggal terdekat dengan sekolah dalam wilayah zonasi.
Sedangkan pasal 25 yang menerangkan syarat kuota zonasi bagi siswa kelas 7 (SMP) dan 10 (SMA), ayat (2)nya berbunyi: Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.
Sementara di Jawa Tengah, Fikri mengungkapkan marak isu kecurangan dalam pelaksanaan PPDB, misalnya soal manipulasi data surat domisili demi memenuhi syarat kuota zonasi.
Di Kota Semarang misalnya, ditemukan dugaan pemalsuan nilai rapor dan piagam penghargaan sebagai syarat kuota jalur prestasi.
Selain itu, di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang terdapat beberapa kelurahan yang tidak masuk zona manapun dalam PPDB.
"Ini menyulitkan. PPDB dengan sistem daring selama pandemi juga mempersulit verifikasi dibanding dengan verifikasi dokumen fisik," ujar Fikri.
Terkait regulasi, Fikri menilai panduan PPDB dalam Permendikbud 44/2019 masih terlalu rigid dalam menentukan penerimaan siswa di sekolah negeri.
"Sedangkan kebijakan Pendidikan dasar dan menengah, sesuai UU otonomi daerah sudah diserahterimakan kepada Dinas Pendidikan di daerah, yakni SD-SMP di kabupaten/ kota dan SMA/K di Provinsi," ucapnya.
Karena itu, detail teknis dalam PPDB, bisa diserahkan kepada dinas Pendidikan di Kabupaten/Kota dan Provinsi.
"Sedangkan pusat hanya mengatur panduan umum sesuai prinsip-prinsip pemerataan Pendidikan misalnya, atau panduan PPDB selama pandemi," pungkas Fikri.(Tribun Network/dan/mam/wly)