Pemerintah Terus Upayakan Inklusi Pendidikan di Tengah Pandemi COVID-19
Kemendikbud mengusung semangat inklusivitas dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan pendidikan sejak awal di tahap pembuatan kebijakan
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Eko Sutriyanto
Salah satu kebijakan inklusif Kemendikbud pada masa pandemi adalah relaksasi penggunaan Dana BOS, yang dalam masa pandemi ini dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk mendanai kebutuhan sesuai dengan kekhasan sekolah masing-masing.
“Ada sekolah yang lebih butuh laptop untuk dipinjamkan kepada siswa, ada yang butuh kuota data, ada yang butuh untuk menggaji guru honorer, dan lain-lain. Ada keragaman kebutuhan yang dihadapi sekolah, sehingga kami memberikan keleluasaan penggunaan Dana BOS, tentunya dengan pertanggungjawaban dan akuntabilitas yang baik,” ujar Mendikbud.
Ditambahkan Mendikbud, Kemendikbud telah mengeluarkan kebijakan kurikulum di masa kondisi khusus sehingga sekolah diberikan hak untuk memakai kurikulum sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Baca: Fahri Hamzah Kritik Nadiem Makarim Soal Pembagian Pulsa Gratis: Cerdas Dikit Napa Bikin Kebijakan?
Apakah memilih kurikulum yang disederhanakan secara mandiri, kurikulum darurat yang disusun Kemendikbud, atau Kurikulum 2013.
“Secara dramatis, Kemendikbud telah menyederhanakan kurikulum agar peserta didik hanya mempelajari apa yang esensial saja untuk naik ke jenjang selanjutnya. Tidak mungkin guru mengajar seluruhnya, dengan keterbatasan yang ada,” tegas Mendikbud.
Mendikbud juga menegaskan bahwa orang tua memainkan peran penting, terutama pada pendidikan dasar dan anak usia dini (PAUD). Kemendikbud membuat modul-modul spesifik yang menyasar orangtua di rumah, lengkap dengan lembar kerja untuk orangtua.
Kemendikbud juga memastikan bahwa penggunaan modul-modul ini di satuan pendidikan adalah legal sesuai dengan aturan Kemendikbud.
“Pada pandemi ini kita punya kesempatan membuat perubahan-perubahan fundamental pada penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Selain budgetary reform, banyak perubahan yang telah kita lakukan dalam dua-tiga bulan, yang biasanya butuh dua-tiga tahun,” kata Mendikbud.
Acara ini dihadiri perwakilan Kementerian Pendidikan negara-negara anggota ASEAN, perwakilan UNESCO, UNICEF, Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) serta pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri, dan Dinas Pendidikan seluruh Indonesia.
Ketua KNIU, Prof. Arief Rachman, berharap kegiatan ini menjadi tempat berbagi pengalaman, belajar bersama dan membangun kolaborasi untuk mengatasi tantangan pada pendidikan inklusif.
“Praktik baik yang dilakukan Indonesia dapat menginspirasi negara lain untuk mengembangkan inovasi layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik wilayahnya," demikian tutupnya di akhir acara.