Kemendibud Izinkan Kampus Kuliah Tatap Muka Mulai Januari 2020, Ini Deretan Persyaratannya
Pembelajaran hanya boleh diikuti maksimal 25 mahasiswa per kelas dalam setiap pertemuan
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengizinkan pihak perguruan tinggi atau kampus untuk mengadakan kegiatan belajar tatap muka mulai Januari 2021, selain kuliah daring (online) yang selama ini sudah berlangsung.
”Di lingkungan pendidikan tinggi, kita sesuaikan dengan membawa kehidupan berdampingan dengan pandemi melalui hybrid learning, campuran tatap muka dan
daring,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam dalam konferensi
video, Rabu (2/12/2020).
Nah berikut ini sejumlah aturannya :
1. Maksimal diikuti 25 mahasiswa
Menurut Nizam selama belajar tatap muka, aktivitas yang boleh dilakukan di kampus
hanya pembelajaran di kelas.
Pembelajaran hanya boleh diikuti maksimal 25 mahasiswa per kelas dalam setiap pertemuan.
Baca juga: Kemendikbud Siapkan Rem untuk Pembelajaran Campuran di Perguruan Tinggi
Sementara, mahasiswa yang tak kedapatan belajar di kelas akan ikut belajar secara daring. Dengan demikian, para dosen akan tetap mengajar dengan konferensi video.
Nizam menegaskan metode pembelajaran ini berbeda dengan kegiatan belajar yang
sepenuhnya daring seperti semester ini dan sebelumnya.
Menurutnya, metode belajar seperti ini akan membuat interaksi fisik tetap terjadi.
”Ini beda sekali hybrid learning dengan daring. Karena di dalam kelas ada orang. Kalau full online betul-betul layar. Meskipun [dosen] lihat mahasiswa di layar, tapi berbeda," ujarnya.
2. Mahasiswa boleh memilih
Meski perkuliahan tatap muka sudah diizinkan, namun mahasiswa boleh memilih
pembelajaran secara daring jika mereka tidak bersedia mengikuti perkuliahan secara
langsung.
Nizam mengatakan penerapan pembelajaran campuran daring dan luring ini
bersifat tidak memaksa.
Mahasiswa bebas memilih model perkuliahan, meski perguruan
tingginya telah memiliki kesiapan menggelar pembelajaran tatap muka.
Baca juga: Sekolah Tatap Muka Dimulai Januari 2021, Fadli Zon: Lebih Bagus Kita Konsentrasi Memutus Pandemi
”Mahasiswa yang tidak bersedia melakukan pembelajaran tatap muka boleh memilih
pembelajaran secara daring. Jadi ini sifatnya fakultatif, boleh diizinkan untuk melakukan
pembelajaran secara daring. Meskipun kampusnya sudah siap untuk melakukan
pembelajaran tatap muka," kata Nizam.
3. Yang kuliah tatap muka dipastikan berada dalam kondisi sehat
Bagi mahasiswa yang akan mengikuti perkuliahan tatap muka, mereka juga harus
dipastikan berada dalam kondisi sehat.
Untuk membuktikan mahasiswa benar-benar terbebas dari Covid-19, mereka bisa melakukan swab test.
"Bisa melakukan swab test atau tes usap,” jelas Nizam
Apalagi untuk mahasiswa yang berasal dari luar daerah.
Jika swab test dirasa terlalu mahal, maka mahasiswa dapat melakukan isolasi mandiri selepas datang dari daerahnya.
“Atau yang lebih murah adalah datang ke kota tempat kampus itu berada dan melakukan itu isolasi mandiri selama 14 hari,” terangnya.
4. Minimalkan potensi penularan
Mewajibkan kesehatan para mahasiswa ini harus dilakukan sebagai upaya meminimalisasi potensi penularan di kawasan kampus.
Kemudian juga bagi para mahasiswa yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas sebaiknya tidak mengikuti perkuliahan secara offline.
“Kalau tidak sebaiknya mengikuti pembelajaran secara daring saja,” ungkapnya.
5. Mahasiswa berusia 21 tahun ke bawah harus dapat izin orangtua
Di sisi lain mahasiswa yang berusia di bawah 21 tahun harus mendapatkan izin dari
orang tua untuk mengikuti pembelajaran tatap muka.
Menurut Nizam, usia dewasa adalah di atas 21 tahun, sehingga mahasiswa di bawah umur tersebut harus meminta izin orang tua.
"Di bawah 21 tahun itu harus mendapatkan persetujuan dari orangtua atau pihak yang menanggungnya," ungkap Nizam.
Untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka pihak kampus juga harus
menyiapkan beberapa hal.
Pertama, kampus harus mendapat izin dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di kabupaten/kota setempat. Pihak kampus juga diminta menghindari perkuliahan dalam ruangan tertutup.
Nizam mengatakan ruangan tertutup dapat menjadi sarana penyebaran virus corona.
"Menghindari penggunaan sarana pembelajaran yang tertutup, ruangan yang tertutup itu merupakan inkubator yang efektif terhadap penularan Covid-19," ujar Nizam.
Menurut Nizam, sebaiknya jendela-jendela pada ruangan perkuliahan dibuka.
Jika tidak terdapat jendela, pintu ruang perkuliahan sebaiknya dibuka. Nizam juga menyarankan agar pendingin ruangan atau air conditioner (AC) tidak digunakan selama perkuliahan.
Langkah ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona. "AC itu sebetulnya
tidak baik untuk kondisi pandemi ini.
Jadi sebaiknya malah menggunakan exhaust fan
untuk sirkulasi udara," tutur Nizam.
Jarak antarmahasiswa juga harus dibatasi sejauh 1,5 meter.
Penggunaan ruangan juga dibatasi maksimal 50 persen. Ruang asistensi yang biasanya berkapasitas 10 orang dapat dikurangi menjadi hanya lima orang.
Ruangan yang besar seperti auditorium juga dibatasi kapasitasnya hanya untuk 25 orang.
"Misalnya auditorium bisa sampai ratusan orang, tapi sekali lagi jumlah orang itu eksponensial terhadap potensi penularan sehingga kita batasi untuk pembelajaran dalam sekali pembelajaran maksimum 25 orang," pungkas Nizam.
Baca juga: 3 Mahasiswa Aceh Demo dan Mogok Makan hingga Lemas, Akhirnya Mau Berhenti Demo dan Dibawa ke RS
Sementara itu, aktivitas mahasiswa di luar kelas yang boleh dilakukan juga hanya seputar penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Pihak kampus juga harus memastikan penerapan protokol kesehatan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan pemerintah.
Kemudian kampus diminta membentuk Satuan Tugas Penanganan Covid-19 internal
untuk menyusun dan menerapkan standar operasional prosedur (SOP) protokol
kesehatan seta menerbitkan pedoman belajar, wisuda, maupun kegiatan kampus
lainnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto menambahkan ketentuan serupa
juga berlaku untuk pendidikan tinggi vokasi.
Namun, mahasiswa vokasi diperbolehkan mengikuti kegiatan magang dan praktek di lapangan.
"Dilakukan kesepakatan bersama, khusus mengenai pelaksanaan semasa pandemi. Termasuk di dalamnya hak dan kewajiban terkait pencegahan pemeriksaan dan perawatan antara industri dan dunia kerja, serta perguruan tinggi dan mahasiswa," ujarnya.
Wikan menyatakan mengambil keputusan tersebut karena mahasiswa vokasi memiliki
bobot pelajaran yang didominasi dengan praktik, yakni mencapai 60 persen.
Ia tak ingin bobot tersebut tak tercapai gara-gara pandemi virus corona.
Sebelumnya, Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Jamal
Wiwoho mengatakan pembukaan kampus akan diprioritaskan untuk mahasiswa baru.
Pada beberapa kampus seperti Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah dan Institut
Pertanian Bogor, Jawa Barat, pemeriksaan Covid-19 juga bakal difasilitasi untuk
mahasiswa.(tribun network/fah/dod)