Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

20 Persen APBN untuk Pendidikan Tapi IPM Indonesia di Peringkat 107 dari 189 Negara

20 persen APBN diamanatkan untuk pendidikan, namun faktanya indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia sendiri masih cukup jauh dibawah.

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in 20 Persen APBN untuk Pendidikan Tapi IPM Indonesia di Peringkat 107 dari 189 Negara
MPR RI
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebanyak 20 persen APBN diamanatkan untuk pendidikan, namun faktanya indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia sendiri masih cukup jauh dibawah.

Hal itu yang disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat mengisi webinar yang diselenggarakan Universitas Terbuka (UT), Senin (3/5/2021).

“Memaknai merdeka belajar haruslah berbanding lurus dengan upaya peningkatan SDM, yang dihasilkan dari proses pembelajaran,” kata Bambang Soesatyo.

Ketua MPR mengungkapkan berdasarkan laporan yang dirilis dari UNDP (United Nation Development Program), IPM Indonesia tahun 2020 berada diurutan 107 dari 189 negara.

Padahal sebesar 20 persen dari total APBN Indonesia diberikan untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.

Bahkan di Asia tenggara sendiri saja, Indonesia masih kalah dari Singapura yang menduduki ranking 11, yang disusul Brunei yang menduduki ranking 47.

Negara tetangga, yakni Malaysia IPM-nya menduduki ranking 62, sedangkan Thailand menduduki ranking 79.

Berita Rekomendasi

“Sebagai pembanding, survei kemampuan pelajar yang dirilis Program for International Student  Assessment (PISA) pada bulan Desember menempatkan Indonesia diurutan ke 72 dari 77 negara, tertinggal jauh dari Singapura yang ada di urutan 2 atau Malaysia di urutan 56,” kata Bamsoet.

Gambaran diatas mengundang kekhawatiran dirinya, apalagi jika mengingat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir anggaran pendidikan telah dialokasikan sebesar 20 persen dari total APBN sebagaimana yang diamanatkan Pasal 31 ayat 34 UUD 1945.

Kondisi tersebut menyadarkan ia pada 2 hal yang harus diperbaiki pihaknya yang duduk di MPR, pemerintah maupun instansi terkait yang berkaitan dengan pendidikan.

Yang pertama terkait peningkatan kualitas mutu pendidikan agar tidak semata-mata disandarkan pada dukungan anggaran.

Selanjutnya, yang kedua adalah untuk merealisasikan konsep merdeka belajar harus dapat menjawab tantangan yang masih jadi PR dalam dunia pendidikan.

“Antara lain peningkatan kualitas tenaga pendidik, penyempurnaan sistem, dan pembenahan lembaga pendidikan,” kata Bamsoet.

Profesor Nizam, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dari Kemendikbud mengungkapkan kesenjangan masih jadi persoalan dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini.

Sejumlah fakta ia ungkapkan yang berkaitan dengan kesenjangan pendidikan.

Jangankan di daerah terpencil, kesenjangan pendidikan antar wilayah di DKI Jakarta saja masih terlihat.

Baca juga: Kesenjangan Masih Jadi Problem Pendidikan Meski APBN Besar, Kemendikbud Ungkap Faktanya

Contohnya di DKI, kesenjangan pendidikan antara Jakarta Selatan dengan Jakarta Utara, apalagi masuk ke Kepulauan Seribu kesenjangannya sangat besar.

“Kenapa? Karena tidak banyak guru yang berkualitas atau guru yang unggul mau ditempatkan di daerah yang terpencil tadi,” kata Prof. Nizam.

Belum lagi adanya kebijakan bahwa pendidikan dasar dan menengah itu menjadi bagian dari otonomi daerah, sehingga pengendalian kualitasnya tidak bisa dilakukan secara terpusat.

Bahkan pendidikan di daerah juga kerap dikaitkan dengan isu politik.

“Penempatan Kepala Sekolah juga sesuka kepala daerah. Kepala sekolah berprestasi belum tentu mendapat sekolah yang baik ketika tidak mendukung pemilihan kepala daerah. Hal semacam ini banyak sekali terjadi,” kata Nizam.

Pendistribusian guru juga menjadi problem di daerah. Contoh kasusnya adalah saat dia mengunjungi salah satu daerah di Papua bernama Yoikimo, yang mana sekolah dasar (SD) di daerah itu tidak ada gurunya.

“Tercatat ada (gurunya), tapi tidak hadir di dalam kelas,” kata Nizam.

Padahal dalam pendidikan harus dipastikan terjadi proses belajar mengajar.

Karena mudah bagi pemerintah untuk membangun sekolah atau menyediakan guru, tapi juga harus dipastikan terjadi proses belajar.

Oleh karenanya sangat penting guru-guru hebat yang memiliki dedikasi tinggi terhadap negara, lahir di perguruan-perguruan tinggi yang ada di Indonesia khususnya.

“Tidak hanya sekedar semangat, tapi kompetensi untuk mendidik. Sehingga literasi dan numerasinya bisa kita pastikan agar anak-anak kita menjadi hebat, mampu untuk mandiri dan berkompetensi,” kata Nizam.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas