Gusti Agung Ayu Putu Oka, Guru yang Bergairah Mendidik Meskipun Diterjang Penyakit
Sakit bukan halangan bagi Gusti Agung untuk mengabdikan dirinya sebagai pendidik. Keuletannya mendidik membuahkan hasil, dua anaknya sukses.
Editor: cecep burdansyah
Laporan Reporter Tribun Bali
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Sosok Gusti Agung Ayu Putu Oka (59) mungkin tidak sering terdengar di telinga masyarakat Jembrana atau Bali. Tapi guru ini, sungguh menginspirasi.
Meskipun dalam kondisi sakit, ia pantang menyerah dalam memberikan pelajaran kepada anak didiknya.
Sebagai Guru SD di Penyaringan Kecamatan Mendoyo, sosok Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ini, pun membeberkan mengenai poin penting dalam pendidikan.
Dan poin penting itu membawa, dua anaknya, yakni Anak Agung Aditya (30) dan Anak Agung Ngurah Mahendra (28), kini sudah dalam kategori berhasil.
Bahkan anak pertamanya Anak Agung Aditya adalah guru berprestasi di Jembrana. Saat diwawancarai di kediamannya di kawasan Tegalcangkring Kecamatan Mendoyo, kisah guru tersebut sangat menginspirasi. Berikut petikan wawancaranya:
Ibu saat ini dikabarkan akan pensiun. Sejak kapan Ibu mulai mengajar?
Ya sebentar lagi saya pensiun. Untuk SK sudah turun, Juli nanti akan pensiun. Saya mengajar sejak 1981.
Dulu di mana pertama kali mengajar?
Saya pertama mengajar di SD 5 Tegalcangkring. Sekarang sudah di SD III Tegal Cangkring.
Ibu sebagai guru pelajaran apa?
Guru agama Hindu.
Ibu memiliki berapa anak?
Saya memiliki dua anak. Yang pertama bekerja sebagai guru. Dan yang kedua sebagai pegawai di bank BNI. Astungkara keduanya sudah bisa menghidupi diri sendiri.
Dahulu Ibu lulusan universitas mana?
Awalnya saya setelah lulus dari SMA langsung mengajar sebagai guru SD untuk mata pelajaran agama Hindu. Kemudian kuliah dan lulus tahun 1989 dari Universitas Saraswati Denpasar. Dan lanjut S2 Lulusan UNHI Denpasar untuk sertifikasi guru.
Bagaimana suka dan duka Ibu selama 40 tahun mengajar sebagai guru agama Hindu?
Sebagai guru itu bukan hanya mendidik orang lain. Tapi mendidik diri sendiri, kemudian keluarga. Sebab anak-anak haus akan bimbingan kita. Dan itu yang menjadi kebanggaan kita.
Meskipun nafkah sedikit itu tergantung bagaimana kita mengatur itu. Sedikit-sedikit kalau diatur tidak terlalu bermewah. Itu kan terpuji.
Yang terpenting menjadi guru itu adalah mendidik diri sendiri. Kemudian keluarga. Mungkin suka dukanya cuma itu saja.
Ibu menyebut bahwa pendidikan itu harus dari keluarga. Apakah prinsip ini juga yang kemudian membuat dua anak ibu, saat ini juga kategori sudah berhasil di pekerjaan masing-masing?
Kurang lebih seperti itu. Memang yang terpenting menjadi seorang guru itu harusnya bagaimana bisa mendidik keluarga. Jadi dari keluarga atau diri sendiri dulu. Bukan langsung ke orang lain.
Ketika kita berhasil mendidik keluarga, maka kita akan mudah untuk mendidik orang lain. Itu prinsip. Jangan sampai kita gagal mendidik keluarga, karena itu akan berdampak juga gagal mendidik orang lain.
Bagaimana nasib guru zaman dahulu, saat Ibu pertama kali mengajar?
Jujur, zaman dahulu saya melarat sekali. Saat pertama mengajar, saya dengan suami hanya tinggal di mes. Dan itu selama 17 tahun. Tapi semua itu saya syukuri. Dan saya didik anak saya supaya tidak mengeluh dan selalu bersyukur.
Apa pendidikan yang paling penting yang Ibu tanamkan dalam keluarga?
Yang terpenting adalah budi pekerti. Di ajaran agama Hindu itu ada Tri Kaya Parisudha. Dimana harus berpikir, berucap dan berkelakuan baik. Ini yang saya tanamkan.
Apakah cukup dengan budi pekerti itu saja?
Itu landasan utama. Kemudian akan menyusul pada kedisiplinan dan sikap yang lainnya. Saya memang sangat cerewet kepada anak saya ketimbang suami saya.
Tapi itulah yang saya harapkan anak saya menjadi orang yang baik. Dan saya tidak mau gagal mendidik anak saya. Karena pendidikan itu terutama kepada anak harus dimulai sejak anak itu dalam kandungan. Semua akan mudah ketika kita berhasil mendidik anak kita.
Dari informasi, bahwa Ibu saat ini dalam kondisi sakit. Apakah boleh tahu sakit apa?
Dahulu pada 2006, saya kontrol gula 400. Kemudian sering berobat. Tapi tidak ada perubahan. Kemudian berefek ke kepala belakang saya. Kemudian saya kontrol lagi, dan saya cek gula saya naik ke 428.
Dan akhirnya mata saya juga dikatakan katarak karena penyakit gula. Kemudian kepala belakang saya juga sering sakit. Dan saya didiagnosa karena ada benjolan di payudara, karanya tumor.
Dan saya akan pemeriksaan 12 Mei nanti di RS Kapal. Tapi jujur, meski sakit saya tidak pernah patah semangat dalam mengajar.
Apa pesan Ibu kepada guru atau anak didik saat ini?
Saya harap guru tetap semangat. Jangan pamrih. Meskipun kita tidak seberapa mendapat gaji. Figur pendidik intinya bagaimana kita mendidik diri sendiri. Dan di masa pandemi ini saya pesan semua guru untuk terus membaca, membaca dan membaca. Karena dari membaca itu kita mendapatkan ilmu. (ang)