Bali Rancang Belajar Hyibrid Antara Tatap Muka dan Jarak Jauh 4 Oktober
Pemerintah Provinsi Bali sudah merancang kombinasi pembelajaran tatap muka dan jarak jauh, akan dimulai Senin 4 Oktober.
Editor: cecep burdansyah
![Bali Rancang Belajar Hyibrid Antara Tatap Muka dan Jarak Jauh 4 Oktober](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/disdikpora-bali.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Pada Inmendagri No 42 tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3, dan Level 2 Covid-19 di Jawa-Bali, diatur sejumlah aturan khusus terkait pelaksanaan PTM di Jawa dan Bali, yakni salah satu diantaranya adalah mengizinkan PTM dengan sejumlah aturan yang cukup ketat.
Untuk mengetahui persiapan menuju PTM terbatas tersebut, Pemimpin Redaksi Tribun Bali, Sunarko mewawancarai Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali, I Ketut Ngurah Boy Jayawibawa. Berikut petikan wawancaranya:
Di beberapa wilayah di Indonesia pada 27 September dimulai pembelajaran tatap muka, kalau di Bali kapan dimulai?
Berkenaan dengan PTM terbatas di Provinsi Bali tentunya kita bisa ambil latar belakangnya. Setelah sekian lama pandemi ini yang kurang lebih 1,5 tahun yang lalu, tentu dari aspek pendidikan di awal itu prioritas kita adalah kesehatan dan keselamatan.
Namun seiring berjalannya waktu, tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Jadi ada dua hal yang menjadi perhatian.
Pertama, kesehatan dan keselamatan. Kedua, tumbuh kembang anak atau psikososial. Karena itulah dirancang pembelajaran tatap muka terbatas dan pembelajaran jarak jauh dalam tanda petik kita harus sangat ketat terhadap protokol kesehatan.
Dengan turunnya Inmendagri 42 Tahun 2021 tentang PPKM Jawa-Bali itu, Bali levelnya sudah level 3. Kalau kemarin itu level 4, opsinya hanya pembelajaran jarak jauh, kalau sekarang opsinya ada pembelajaran tatap muka terbatas dan pembelajaran jarak jauh.
Kesiapannya seperti apa?
Pertanyaannnya adalah tentu apakah kita sudah siap, tentu karena sudah selalu kita laksanakan seiring dengan dinamika yang katanya di awal 2021 kita lakukan persiapan-persiapan.
Selanjutnya adalah Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Agama agar seluruh satuan Pendidikan melaksanakan pembelajaran di tahun ajaran baru.
Tahun ajaran baru itu 12 Agustus, namun saat itu Bali level 4, sekarang level 3. Kapan dilaksanakan kami berharap dengan Inmendagri dan SE Bapak Gubernur dapat dilaksanakan, kami harapkan di awal Oktober bisa dilaksanakan.
Berarti masih dua pola, PTM dan PJJ atau hybrid. Kira-kira sekolah mana yang bisa melakukan PTM dan sekolah mana yang bisa melakukan PJJ? Kriterianya seperti apa?
Kalau untuk Bali, karena sudah level 3 tentu kabupaten/kota di Bali sudah dapat melaksanakan PTM terbatas dan PJJ.
Namun jangan dipaksakan, karena tentu kondisi berbeda setiap sekolah, dan tentu harus ketat. Tentu kita akan melihat dulu lokasi pemetaan, kalau kita melihat kondisi, jangan semua mau melakukan tatap muka.
Terkait aspek psikososial dan tumbuh kembang anak tadi dan rencana tatap muka itu nanti pola atau materi pelajaran ketika PTM ini benar-benar dilaksanakan seperti apa? Supaya tidak ada shock culture pada anak didik?
Ini kan untuk tahap pertama sekiranya dilaksanakan pembelajaran tatap muka tentu tidak bisa seperti dalam masa normal. Yang pertama dua bulan lah relaksasi dulu, 1,5 jam dulu ke sekolah, pembiasaan dulu.
Jadi nggak seperti saat masa normal dulu. Jika dirasa sudah, artinya disiplin ketat, konsisten, komitmen, warga sekolah mulai guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, komite orang tua murid, siswa semua sudah komit.
Jangan sampai di sekolah sampai buat Satgas tapi orang tua malah ikut bergerombol menunggu. Itu nggak benar, supaya jangan berkumpul.
Tapi sebelum ke sana, saya tertarik sekali bahwa dua opsi ini jangan disalahartikan. Karena untuk melaksanakan PTM itu ada daftar periksa dan data-data yang harus dipenuhi.
Itu harus koordinasi dengan satgas setempat, kenapa kami katakan itu? Karena kan ada unsur Dinas Kesehatan setempat, BPBD, pecalang dan sebagainya. Sesuai arahan bapak Gubernur penanganan Covid-19 ini berbasis kewilayahan.
Sekolah yang mau melaksanakan tatap muka harus berkoordinasi, supaya ikut mengawasi. Setelah itu dipenuhi, sarana dan prasarana pendukung, kurikulumnya, terakhir adalah keputusan orangtua.
Ini yang mutlak, kalau orangtua belum nyaman, masih ragu-ragu, tidak boleh dipaksa, jangan dipaksa sama sekali, masih ada opsi pembelajaran jarak jauh.
Saya ingatkan kepada pihak sekolah dan orangtua jadi selama ini, kategori yang umum saran kepada kami ada tiga kelompok besar.
Pertama yang sangat menginginkan anaknya bersekolah tatap muka, yang kedua adalah para orangtua wali yang belum siap anaknya tatap muka, yang ketiga ini yang abstain.
Itulah jangan dipaksa. Inilah yang kalau sudah dipenuhi semua kita akan lakukan monitoring pelaksanaan-pelaksanaan PTM.
Jika ada di sekolah yang melaksanakan PTM tersebut, ada siswa yang diizinkan, ada siswa yang tidak diizinkan, ada yang masih melihat-lihat, artinya secara hybrid. Nah PTT-nya nanti seperti apa kelasnya? Apakah sudah dirumuskan?
Kombinasi, katakanlah kita ambil dulu sekolah yang melaksanakan tatap muka, tentu PTM terbatas artinya 50 persen, katakanlah 1 rombongan belajar 26 siswa, maksimal 18 siswa.
Nah yang 18 ini katakanlah Senin ke sekolah yang sisanya PJJ, besoknya yang PJJ datang ke sekolah, yang lain gentian.
Kita lihat dulu. Ini cuma dua bulan aja kok relaksassi. Kalau dalam dua bulan ditemukan ada yang terdampak, terpapar, harus dihentikan sementara, dan harus ada tracing ke mana anak itu. Jangan sampai menjadi klaster baru.
Artinya selama masa relaksasi atau pengkondisian itu, lebih banyak aktivitas yang menumbuhkan suasana riang ketimbang serius, artinya tidak langsung ke materi pelajaran, sehingga belum perlu dishooting untuk PJJ begitu?
Jadi begini, benar pak, jangan sampai masa pengkondisian ini sehingga kami ingatkan kepala sekolah, jangan dulu serius masuk ke mata pelajaran.
Karena ini kaitannya ke unsur psikososial atau tumbuh kembang anak. Kita ini ingat sekolah ini bukan hanya sebuah bangunan sarana dan prasarana yang kaku, tetapi sekolah itu tempat bertemunya anak-anak berinteraksi, berwawasan, bersosialisasi, dan sebagainya, itu yang penting bagi tumbuh kembang anak.
Kalau hanya mengandalkan belajar PJJ sudah jawabannya, tetapi ada unsur yang jangan sampai learning loss itu.
Supaya anak-anak diterima di sekolah, setelah sampai tamat tidak pernah ketemu temannya, walaupun di PJJ kelihatan, tetapi kan kalau ketemu langsung bertegur sapa kan beda, itu yang psikososial.
Jadi yang tahap pertama ini yang penting interaksi sosial?
Betul, karena apa, sekarang ini kan sudah ulangan tengah semester, kan bisa pelajaran itu (PJJ), tetapi PTM ini tentu berbeda, supaya mereka ketemu dulu, pengkondisian, adaptasi dulu, walaupun tetap kita awasi ketat.
Terkait kehilangan kesempatan belajar dan kesempatan berinteraksi sosial itu, ini berarti kayaknya sangat relevan dengan masa pengkondisian tersebut. Nah untuk Bali kira-kira ada berapa sekolah yang siap PTM? Apakah sudah ada datanya?
Kalau untuk di wilayah Bali khususnya kalau kami di SMA/SMK itu kurang lebih ada 300 sekolah yang tersebar di seluruh Bali, negeri dan swasta.
Namun sekali lagi, mereka sudah mengajukan siap, tetapi tentu balik lagi kita akan saring lewat satgas setempat. Kalau itu dirancang kurang lebih tanggal 4 Oktober lagi, kalau 1 Oktober itu kan Kesaktian Pancasila dan hari Jumat. Jadi sekalian tanggal 4 hari Senin. Ini kan kantin tutup, jadi hanya relaksasi aja, saling pengenalan dulu.
Soal ini sudah disosialisasikan ke guru?
Sudah, kepada seluruh guru, semua ada petunjuk teknisnya. Kompetensi guru juga kita perhatikan, karena pandemi ini mengubah tatanan kehidupan, kebiasaan, sampai pendidikan, termasuk kurikulum ini harus kita evaluasi supaya mengakomodir.
Kalau dulu mana ada di kurikulum PJJ, dalam perencanaan penganggaran mana ada paket data. Kurikulum sebelum pandemi kita kikis yang tidak relevan.
Dan kebetulan Bapak Gubernur Wayan Koster terobosan beliau menugaskan kepada kami bagaimana ke depan itu bagaimana sistem hybrid yang mana ala kita, yang mana ada kelas paralel, dan sebagainya.
Kalau sekarang kan PTM terbatas, kalau nanti pembelajaran yang sudah dirancang menggunakan teknologi ini, jadi mana yang memang hanya berapa persen tatap muka, mana yang sudah full, seperti sejarah 85 persen bisa PJJ, sisanya diskusi.
Sebaliknya fisika, kimia, matematika bisa saja 100 persen tatap muka, karena memang dia harus dibantu, jadi ke depan ke sana.
Pesan Bapak kepada warga sekolah, kepada guru, murid, orangtua siswa dan pihak lain?
Harapan kami tentu ketika kita semua elemen masyarakat benar-benar ketat, konsisten dalam menaati prokes ini, sehingga level itu akan turun, dan ini berdampak tidak hanya pendidikan, apalagi Bali ada pariwisata, sehingga ekonomi bergeliat semua.
Dalam konteks Pendidikan dalam perjalanannya banyak dinamika lah, tapi banyak masukan kepada kami di Disdikpora, bagaimana di awal itu banyak sekali persoalan saat PJJ, kemudian guru itu gagap teknologi, kemudian perlahan-lahan bisa mengoperasikan sarana dan prasarana tersebut, bisa mengajar, tapi polanya seolah-olah masih offline, hanya alatnya saja yang online, sehingga itu tidak sampai.
Bagi si anak juga begitu, ini juga menjadi hal yang sangat baru, kenapa tugas-tugas diberikan, kemudian orang tua atau wali, ketika pada titik tertentu, mereka mengajar, si anak juga nggak bisa, muncullah emosi, dan itu menurunkan tingkat imunnya, di sana kami mencermati, mengajar dan mendidik itu berbeda.
Kita bisa mengajar, tapi dengan mendidik itu butuh jam terbang, pengalaman, dan itu ada sentuhan psikis, dan inilah yang tentunya kita semua harus belajar juga, bahwa ketika mengajar dan sebagainya, ada tekniknya. (ragil armando)
Baca juga: Sintong Panjaitan Terpaksa Tinggalkan Kuliah di AS Gerara Gugatan Rp 12 Miliar