Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara: Berburu, Bercocok Tanam, dan Perundagian

Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa Praaksara dapat dibagi ke dalam tiga masa. Masa Berburu, praaksara, dan perundagian.

Penulis: Devi Rahma Syafira
Editor: Wahyu Gilang Putranto
zoom-in Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara: Berburu, Bercocok Tanam, dan Perundagian
Kemdikbud.go.id
Ilustrasi manusia purba pada zaman praaksara. 

TRIBUNNEWS.COM - Iklim dan bentuk muka bumi mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Hal ini dapat diketahui dari corak kehidupan masyarakat Indonesia pada masa praaksara.

Dikutip dari Buku SMP/MTS IPS Kelas VII 2017 oleh Ahmad Mushlih, dkk, kehidupan masyarakat Indonesia pada masa Praaksara dapat dibagi ke dalam tiga masa.

Yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.

Baca juga: Mengenal Jenis Gerhana Matahari Total, Cincin, dan Sebagian, serta Gerhana Bulan Total dan Penumbra

Baca juga: Mengenal Kondisi Bumi: Bentuk, Rotasi, hingga Revolusi Bumi

Replika manusia purba di Museum Sangiran, Rabu (18/12/2019)
Replika manusia purba di Museum Sangiran, Rabu (18/12/2019) (Ambar/TribunTravel)

a. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Kehidupan manusia masa berburu dan mengumpulkan makanan dari sejak Pithecanthropus sampai dengan Homo sapiens sangat bergantung pada kondisi alam.

Mereka tinggal di padang rumput dengan semak belukar yang letaknya berdekatan dengan sungai.

Berita Rekomendasi

Daerah itu juga merupakan tempat persinggahan hewan-hewan seperti kerbau, kuda, monyet, banteng, dan rusa, untuk mencari mangsa.

Hewan-hewan inilah yang kemudian diburu oleh manusia.

Selain berburu mereka juga mengumpulkan tumbuhan yang mereka temukan seperti ubi, keladi, daun-daunan, dan buah-buahan.

Mereka bertempat tinggal di dalam gua-gua yang tidak jauh dari sumber air, atau di dekat sungai yang terdapat sumber makanan seperti ikan, kerang, dan siput.

Ada dua hal yang penting dalam sistem hidup manusia Praaksara (masa berburu dan mengumpulkan makanan) yaitu membuat alat-alat dari batu yang masih kasar, tulang, dan kayu disesuaikan dengan keperluannya, seperti kapak perimbas, alat-alat serpih, dan kapak genggam.

Selain itu, manusia Praaksara juga membutuhkan api untuk memasak dan penerangan pada malam hari.

Api dibuat dengan cara menggosokkan dua keping batu yang mengandung unsur besi sehingga menimbulkan percikan api dan membakar lumut atau rumput kering yang telah disiapkan.

Sesuai dengan mata pencahariannya, manusia Praaksara tidak mempunyai tempat tinggal tetap, tetapi selalu berpindah-pindah (nomaden) mencari tempattempat yang banyak bahan makanan.

Tempat yang mereka pilih di sekitar padang rumput yang sering dilalui binatang buruan, di dekat danau atau sungai, dan di tepi pantai.

Dalam kehidupan sosial, manusia Praaksara hidup dalam kelompok-kelompok dan membekali dirinya untuk menghadapi lingkungan sekelilingnya.

b. Masa Bercocok Tanam

Masa bercocok tanam adalah masa ketika manusia mulai memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara memanfaatkan hutan belukar untuk dijadikan ladang.

Masa bercocok tanam terjadi ketika cara hidup berburu dan mengumpulkan bahan makanan ditinggalkan.

Pada masa ini, mereka mulai hidup menetap di suatu tempat.

Manusia Praaksara yang hidup pada masa bercocok tanam adalah Homo sapiens, baik itu ras Mongoloid maupun ras Austromelanesoid.

Masa ini sangat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat karena pada masa ini terdapat beberapa penemuan baru seperti penguasaan sumber-sumber alam.

Berbagai macam tumbuhan dan hewan mulai dipelihara.

Mereka bercocok tanam dengan cara berladang.

Adapun pembukaan lahan dilakukan dengan cara menebang dan membakar hutan.

Jenis tanaman yang ditanam adalah ubi, pisang, dan sukun.

Selain berladang, kegiatan berburu dan menangkap ikan terus dilakukan untuk mencukupi kebutuhan akan protein hewani.

Kemudian, mereka secara perlahan meninggalkan cara berladang dan digantikan dengan bersawah.

Jenis tanamannya adalah padi dan umbi-umbian.

Perkembangan selanjutnya, manusia praaksara masa ini mampu membuat alat-alat dari batu yang sudah diasah lebih halus serta mulai dikenalnya pembuatan gerabah.

Alat-alatnya berupa beliung persegi dan kapak lonjong, alat-alat pemukul dari kayu, dan mata panah.

Pada masa bercocok tanam, manusia mulai hidup menetap di suatu perkampungan yang terdiri atas tempat-tempat tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok oleh beberapa keluarga.

Mereka mendirikan rumah panggung untuk menghindari binatang buas.

Kebersamaan dan gotong royong mereka junjung tinggi.

Semua aktivitas kehidupan, mereka kerjakan secara gotong royong.

Tinggal hidup menetap menimbulkan masalah berupa penimbunan sampah dan kotoran, sehingga timbul pencemaran lingkungan dan wabah penyakit.

Pengobatan dilakukan oleh para dukun.

Pada masa bercocok tanam, bentuk perdagangan bersifat barter.

Barang-barang yang dipertukarkan waktu itu ialah hasil-hasil bercocok tanam, hasil kerajinan tangan (gerabah, beliung), garam, dan ikan yang dihasilkan oleh penduduk pantai.

c. Masa Perundagian

Masa perundagian merupakan masa akhir Prasejarah di Indonesia.

Menurut R.P. Soejono, kata perundagian berasal dari bahasa Bali: undagi, yang artinya adalah seseorang atau sekelompok orang atau segolongan orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah, perhiasan kayu, sampan, dan batu (Nugroho Notosusanto, et.al, 2007).

Manusia Praaksara yang hidup pada masa perundagian adalah ras Australomelanesoid dan Mongoloid.

Pada masa perundagian, manusia hidup di desa-desa, di daerah pegunungan, dataran rendah, dan di tepi pantai dalam tata kehidupan yang makin teratur dan terpimpin.

Kehidupan masyarakat pada masa perundagian ditandai dengan dikenalnya pengolahan logam. Alat-alat yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari sudah banyak yang terbuat dari logam.

Adanya alat-alat dari logam tidak serta merta menghilangkan penggunaan alat-alat dari batu.

Masyarakat masa perundagian masih menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu.

Penggunaan bahan logam tidak tersebar luas sebagaimana halnya penggunaan bahan batu.

Kondisi ini disebabkan persediaan logam masih sangat terbatas.

Dengan keterbatasan ini, hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki keahlian untuk mengolah logam.

Pada masa perundagian, perkampungan sudah lebih besar karena adanya hamparan lahan pertanian.

Perkampungan yang terbentuk lebih teratur dari sebelumnya.

Setiap kampung memiliki pemimpin yang disegani oleh masyarakat.

Pada masa ini, sudah ada pembagian kerja yang jelas disesuaikan dengan keahlian masing-masing.

Masyarakat tersusun menjadi kelompok majemuk, seperti kelompok petani, pedagang, maupun perajin.

Masyarakat juga telah membentuk aturan adat istiadat yang dilakukan secara turun-temurun.

Hubungan dengan daerah-daerah di sekitar Kepulauan Nusantara mulai terjalin.

Peninggalan masa perundagian menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman budaya.

Berbagai bentuk benda seni, peralatan hidup, dan upacara menunjukkan jika kehidupan masyarakat masa itu sudah memiliki kebudayaan yang tinggi.

(Tribunnews.com/Devi Rahma)

Artikel Lain Terkait Materi Sekolah

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas