Bahasa Sunda: Sejarah, Jenis Huruf, Perkembangan, dan Pengaruh Bahasa Lain terhadap Bahasa Sunda
Bahasa Sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang Sunda untuk keperluan komunikasi dalam kehidupan mereka.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
"Ini kawih panyaraman, pikawiheun ubar keueung, ngaranna pangwereg darma, ngawangun rasa sorangan, awakaneun sang sisya, nu huning S waka Darma."
Artinya, inilah Kidung nasihat, untuk dikawihkan sebagai obat rasa takut, namanya penggerak darma, untuk membangun rasa pribadi, untuk diamalkan sang siswa, yang paham Sewaka Darma.
Dari kedua contoh di atas, terlihat Bahasa Sunda pada masa itu banyak dimasuki kosakata dan dipengaruhi struktur Bahasa Sanskerta dari India.
Baca juga: Mengenal Pentingnya Bela Negara Dilengkapi Makna, Peraturan Perundang-undangan, dan Usahanya
2. Pengaruh Bahasa Arab
Setelah masyarakat Sunda mengenal dan menganut Agama Islam, mereka menegakkan kekuasaan Agama Islam di Cirebon dan Banten sejak akhir abad ke-16.
Hal ini merupakan bukti tertua masuknya kosakata Bahasa Arab ke dalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda.
Di dalam naskah itu terdapat 4 kata yang berasal dari Bahasa Arab yaitu duniya, niyat, selam (Islam), dan tinja (istinja).
Seiring dengan masuknya Agama Islam dalam segala aspek kehidupan masyarakat Sunda, kosa kata Bahasa Arab semakin banyak masuk kedalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda.
Kata-kata masjid, salat, magrib, abdi, dan saum, misalnya telah dirasakan oleh orang Sunda dan tercermin pada perbendaharaan bahasanya sendiri.
3. Pengaruh Bahasa Jawa
Selain itu, pengaruh Bahasa Jawa sebagai bahasa tetangga, sudah ada sejak Zaman Kerajaan Sunda, yang juga tercermin pada perbendaharaan bahasanya.
Pada abad ke-11, masyarakat menggunakan Bahasa dan Aksara Jawa dalam menuliskan Prasasti Cibadak di Sukabumi.
Selain itu, terdapat beberapa naskah kuno yang ditemukan di Tatar Sunda, yang ditulis dalam Bahasa Jawa, seperti Siwa Buda, Sanghyang Hayu.
Sedangkan pengaruh Bahasa Jawa dalam kehidupan berbahasa masyarakat Sunda terlihat sejak akhir abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19, sebagai dampak pengaruh Mataram di tanah Sunda.