Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Siapa yang Menjahit Sang Saka Bendera Merah Putih? Inilah Profil dan Sejarahnya

Bendera merah putih dijahit oleh Ibu Fatmawati dengan ukuran yang sangat besar. Berikut profil dan sejarah Ibu Fatmawati.

Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
zoom-in Siapa yang Menjahit Sang Saka Bendera Merah Putih? Inilah Profil dan Sejarahnya
(Via Bangkapos.com)
Ibu Fatmawati dan Presiden Soekarno. Berikut Profil dan Sejarah Ibu Fatmawati, yang Menjahit Bendera Sang Saka Merah Putih 

TRIBUNNEWS.COM - Simak profil dan sejarah yang menjahit sang saka bendera merah putih dalam artikel ini.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Ir. Soekarno pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta.

Pada saat yang sama, dikibarkan Bendera Merah Putih dan dinyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman.

Sebelum dikibarkan, bendera merah putih dijahit oleh Ibu Fatmawati dengan ukuran yang sangat besar.

Bendera merah putih yang dijahit Ibu Fatmawati dikenal dengan bendera pusaka.

Sejak tahun 1969, bendera tersebut tidak lagi dikibarkan dan diganti dengan bendera duplikat.

Lalu siapakah Ibu Fatmawati?

Baca juga: Siapa Pendiri Organisasi Budi Utomo? Ini Pendiri dan Sejarahnya

Baca juga: Siapa yang Mengetik Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia? Ini Profilnya

Mesin jahit konon dengan alat inilah Ibu Fatmawati menjahit bendera kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Mesin jahit konon dengan alat inilah Ibu Fatmawati menjahit bendera kemerdekaan 17 Agustus 1945. (kompas.com/firmansyah)
Berita Rekomendasi

Profil Ibu Fatmawati, yang Menjahit Bendera Merah Putih

Dikutip dari kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id, berikut profil penulis naskah proklamasi:

Fatmawati adalah anak dari pasangan Hasan Din dan Chadijah.

Pada usia 6 tahun, Fatmawati bersekolah di Sekolah Gedang (Sekolah Rakyat).

Akan tetapi, pada tahun 1930 dipindahkan ke sekolah berbahasa Belanda (HIS).


Saat menduduki kelas 3, Fatmawati dipindahkan lagi oleh ayahnya ke sekolah HIS Muhammadiyah.

Hal tersebut membuat Hasan Din harus meninggalkan pekerjaannya di Borsumij.

Setelah itu, Hasan Din mengalami keadaan ekonomi yang cukup berat.

Mengetahui itu, Fatmawati membantu meringankan beban orang tuanya dengan berjualan kacang bawang yang digoreng oleh ibunya atau menunggui warung kecil di depan rumahnya.

Kemudian, keluarga Fatmawati memutuskan untuk pindah ke ke kota Palembang.

Lalu, pada suatu hari, Fatmawati diajak oleh ayahnya untuk bersilaturahmi dengan Ir. Soekarno.

Saat itu, Ir. Soekarno merupakan seorang tokoh pergerakan yang dibuang ke Bengkulu.

Kesan pertama Fatmawati saat bertemu dengan Ir. Soekarno adalah sosok yang tidak sombong, memiliki sinar mata berseri-seri, berbadan tegap serta tawanya lebar.

Kemudian, hubungan kedua keluarga tersebut terjalin sangat baik.

Mereka memiliki kesamaan pikir untuk memajukan serta merubah kehidupan bangsa yang semakin hari semakin tertindas.

Fatmawati juga mendapat bantuan dari Ir. Soekarno untuk bersekolah di RK Vakschool.

Namun, saat Fatmawati meminta pandangan Soekarno tentang pinangan seorang pemuda anak Wedana, raut wajah Soekarno berubah dan dengan suara pelan dan berat Soekarno mengeluarkan isi hatinya.

Mendengar penyataan Soekarno, Fatmawati sangat terkejut.

Setelah mendengar pernyataan Soekarno, Fatmawati gelisah.

Ia tidak mau mengkhianati kaumnya karena Soekarno telah beristri .

Akhirnya, kegelisahan tersebut disampaikan Fahmawati kepada ayahnya.

Beberapa waktu kemudian, Fatmawati mendengar rumah tangga Soekarno dan istrinya, Inggit Garnasih berakhir.

Mereka sempat berpisah sebentar karena suasana peralihan yang cepat dari kekuasaan penjajah Belanda kepada tentara Jepang.

Lalu, Bung Karno memberi kabar serta mengatur jalan menuju keperkawinan melalui teman-temannya.

Kemudian, saat Fatmawati berusia 20 tahun, ia memutuskan untuk menikah dengan Bung Karno.

Setelah menikah, Fatmawati meninggalkan kota Bengkulu dengan diiringi kedua orang tuanya menuju kota Jakarta.

Hubungan keduanya sangat harmonis.

Pada tahun 1994, Fatmawati melahirkan putra pertamanya yang diberi nama Muhammad Guntur Soekarno Putra.

Pada 17 Agustus 1945, Fatmawati melihat banyaknya orang berkumpul di rumahnya

Mereka memanggil Bung Karno untuk segera mengambil tindakan.

Lalu, sekitar pukul 09.00 pagi, dibacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Saat Bung Karno hijrah ke Yogyakarta, Fatmawati mendampinginya dan melahirkan anak keduanya yaitu Megawati Soekarno Putri.

Pada tanggal 27 September 1951 Fatmawati melahirkan anak perempuan lagi yang diberi nama Dyah Permana Rachmawati.

Kemudian, anak keempat Fatmawati lahir dan diberi nama Dyah Mutiara Sukmawati.

Pada 13 Januari 1953, Fatmawati melahirkan anak laki-laki bernama Muhammad Guntur Irianto Sukarno Putra.

Beberapa waktu kemudian, setelah menunaikan ibadah Umroh, Fatmawati terkena serangan penyakit jantung.

Ia meninggal dunia dan dikebumikan di pemakaman umum Karet Jakarta.

(Tribunnews.com/Farrah Putri)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas