Cerita Gatotkaca Satria dari Pringgadani, Putra Dewi Arimbi dan Raden Werkudara Sang Pandawa
Cerita Gatotkaca Satria dari Pringgadani, Putra Dewi Arimbi dan Raden Werkudara sang Pandawa. Gaman atau senjata Gatotkaca adalah Rompi Antakusuma.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Gatotkaca adalah tokoh wayang yang diceritakan memiliki kesaktian hebat.
Gatotkaca lahir dengan nama Jabang Tetuka, merupakan putra dari Dewi Arimbi dan Raden Werkudara.
Kesaktiannya berasal dari anugerah para dewa sejak Gatotkaca masih kecil.
Gaman atau senjata Gatotkaca adalah Rompi Antakusuma, Caping Basunandha, dan Aji-aji Narantaka.
Dikutip dari laman Kemdikbud, terdapat kumpulan cerita Gatotkaca dalam e-book yang berjudul Gatotkaca Satria dari Pringgadani, Cerita Rakyat dari Jawa Tengah, yang disadur oleh Lustantini Septiningsih berdasarkan tulisan Muhammad Jaruki.
Baca juga: Gelorakan Cinta Budaya Nusantara, PDIP Gelar Wayang Semar Mbangun Kahyangan
Kelahiran Gatotkaca
Dewi Arimbi, istri Raden Werkudara, melahirkan seorang bayi laki-laki.
Keluarga kerajaan Pringgadani bergembira, terutama Raden Werkudara karena keinginannya untuk mempunyai seorang anak laki-laki terkabul.
Saat akan dilakukan pemotongan tali pusar, tali pusar bayi itu tidak mempan dipotong dengan pisau.
Prabu Sri Batara Kresna meminta Prabu Puntodewo agar memotongnya dengan pusaka andalan Pandawa.
Namun, pusaka itu juga tidak sanggup untuk memotongnya.
Prabu Sri Batara Kresna merasa penasaran. Ia menyuruh Raden Harjuna memotong tali pusar bayi itu dengan pusaka andalannya, namun juga gagal.
Raden Werkudara tanpa diperintah segera maju memotong tali pusar anaknya dengan pusaka kuku pancanaka, namun tetap gagal.
Setelah gagal berkali-kali, Prabu Sri Batara Kresna menggunakan kekuatannya untuk mengetahui penyebab tali pusar yang sukar dipotong itu.
“Cucunda diutus oleh Kanda Prabu Kresna dan Kanda Prabu Puntadewa untuk memohon pertolongan Eyang mengenai tali pusar bayi Kakanda Dewi Arimbi,” kata Prabu Sri Batara Kresna.
Tali pusar itu hanya dapat dipotong dengan pertolongan dari Eyang Batara Narada.
Prabu Sri Batara Kresna lalu mengutus Harjuna menuju ke arah timur.
Pada saat yang bersamaan, Raden Karna dari Hastinapura mendahului langkah Harjuna dan menyamar sebagai Harjuna.
Batara Narada yang mengira Raden Karna adalah Raden Harjuna, kemudian memberikan pusaka Kuntawijayadanu pada Karna.
Setelah menyembah, Raden Karna meninggalkan Batara Narada.
Tidak lama setelah Raden Karna pergi, di hadapannya lewat Raden Harjuna dan pengiringnya.
Batara Narada dan Harjuna berdebat tentang seseorang mirip Harjuna yang baru saja mengambil pusaka Kuntawijayadanu.
Harjuna berhasil mengejar Raden Karna, namun ia hanya dapat merebut sarung dari Pusaka Kuntawijayadanu, yang digunakan untuk memotong tali pusar bayi Dewi Arimbi.
Baca juga: Keberagaman Jenis Wayang di Indonesia, Ada Wayang Beber hingga Wayang Wong
Tetuka Menjadi Gatotkaca
Pagi itu di balairung, Prabu Kala Praceka dikelilingi oleh para prajurit.
Ia sedang menunggu kabar dari Prabu Kala Sekipu yang diberi tugas meminang Dewi Supraba untuknya.
Togog dan Bilung (pembantu setia Raja) menemani Prabu dan selalu mengikuti keadaan kerajaan.
Mereka siap menjawab apa saja yang ditanyakan prabu.
Togog dan Bilung memberitahu Prabu, Dewi Supraba meminta waktu 40 hari untuk memikirkan pinangannya.
Setelah cukup lama berbincang, Prabu bersama prajuritnya berangkat ke Padang Oro-Oro.
Sementara itu, tidak lama kemudian Batara Narada datang.
Batara Narada memberi tantangan untuk mengadu kekuatannya dengan bayi Dewi Arimbi yang ia bawa.
Prabu Kala Sekipu marah dan merasa diremehkan oleh para dewa karena harus melawan seorang bayi.
Ia lalu mengambil bayi itu dan mencoba untuk membunuhnya beberapa kali.
Prabu Kala Sekipu bertambah marah ketika bayi itu justru tertawa. Ia kemudian memasukkan bayi itu ke dalam Kawah Candradimuka.
Batara Narada menyuruh semua dewa yang hadir menceburkan senjata yang terbuat dari baja dan kuningan ke dalam kawah.
Ajaibnya, dalam kawah yang sangat panas, bayi itu tidak lebur dan justru tumbuh menjadi besar.
Senjata para dewa yang diceburkan menambah keperkasaan dan kesaktian bayi itu.
Setelah senjata itu lenyap, muncul seorang pemuda dari dalam Kawah Candradimuka.
Pemuda itu bertanya pada Batara Narada.
“Aku Batara Narada dan kamu Raden Tetuka. Ayahmu Raden Werkudara dari keluarga Pandawa,” kata Batara Narada.
Ia mengatakan mencari ayahnya, namun Batara Narada meminta Tetuka untuk mengalahkan Prabu Kala Sekipu di Padang Oro-Oro terlebih dahulu.
Baca juga: Mengenal Wayang Kulit, Berikut Penjelasannya Lengkap dengan Keberagaman Wayang di Indonesia
Ketika Tetuka sampai di Padang Oro-Oro, Prabu Kala Sekipu, yang mengetahui bayi itu berubah menjadi pemuda, menggigit leher Raden Tetuka hingga mengeluarkan darah segar.
Raden Tetuka tak sadarkan diri. Kemudian, Prabu Kala Sekipu membuangnya ke hadapan Batara Narada.
Batara Narada lalu menetesi leher Tetuka dengan air kehidupan. Raden Tetuka sembuh dan kembali bertarung.
Setelah Prabu Kala Sekipu gugur dalam perkelahian itu, datanglah para prajurit raksasa yang dipimpin Prabu Kala Praceka yang menyerang para dewa.
Namun, Tetuka berhasil mengalahkan Prabu Kala Praceka dengan mudah.
Setelah pertempuran usai, Raden Werkudara dan Prabu Batara Kresna menemui Batara Narada
untuk mencari Tetuka.
Raden Werkudara tidak percaya pemuda di depannya adalah anaknya.
Batara Narada meyakinkan Raden Werkudara dengan jujur. Tetuka memiliki taring di mulutnya karena merupakan keturunan Dewi Arimbi yang mana adalah putri Prabu Trembaka, seorang raja raksasa.
Raden Tetuka segera menyembah ayahnya dan para sesepuh keluarga Pandawa.
Hyang Pramesthi berkata di hadapan mereka, “Saudara saudaraku, pemuda ini akan saya beri nama Raden Gatotkaca. Saya juga akan memberi topeng baja dan baju kutang ontokusuma. Topeng itu akan menambah kekuatan dan kesaktiannya. Baju kutang ontokusuma itu untuk terbang tanpa sayap.”
Ia lalu diangkat menjadi raja sehari di Kayangan Jonggring Saloka.
Setelah genap waktu satu hari, Gatotkaca kembali ke Pringgodani bersama ayahandanya.
Untuk itu, keluarga Pandawa serta Raden Gatotkaca kembali ke Kerajaan Pringgadani.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Wayang