Sejarah Perjuangan Bung Tomo, Orasi Lantang Lawan Penjajah dan Cikal Bakal Hari Pahlawan 10 November
Berikut ini sejarah perjuangan pahlawan Bung Tomo, yang terkenal dengan keberaniannya berorasi saat peperangan.
Penulis: Tartila Abidatu Safira
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini sejarah perjuangan pahlawan Bung Tomo, yang terkenal dengan keberaniannya berorasi saat peperangan.
Bung Tomo atau Sutomo merupakan tokoh pahlawan yang berperan penting dalam melawan tentara Belanda di Surabaya.
Dikutip dari buku Sejarah Indonesia kelas 12, Bung Tomo berani melantangkan orasi penuh semangat di depan corong radio.
Aksi heroik Bung Tomo dilakukan saat pertempuran para pahlawan melawan pasukan Inggris dan NICA-Belanda pada 10 November 1945, di Surabaya.
Peristiwa tersebut juga menjadi cikal bakal ditetapkannya Hari Pahlawan pada 10 November.
Saat itu, arek-arek Surabaya yang mendengar orasi Bung Tomo meningkat semangatnya untuk melawan penjajah.
Baca juga: 6 Tokoh Nasional di Hari Pahlawan 10 November 1945, Ada KH. Hasyim Asyari dan Bung Tomo
Banyak peran Bung Tomo dalam mengusir penjajah di Indonesia, terutama di Surabaya.
Apa saja jasa Bung Tomo untuk Indonesia? Simak sejarah tokoh pahlawn Bung Tomo berikut, menurut buku Sejarah Indonesia kelas 11:
Sejarah perjuangan Bung Tomo dan Arek-arek Surabaya
Bung Tomo merupakan tokoh pahlawan yang terkenal karena perjuangannya bersama arek-arek Surabaya atau rakyat Surabaya yang melawan tentara sekutu pada tahun 1945.
Jauh sebelum pertempuran pada 10 November 1945, Gubernur Suryo menyambut kedatangan Jenderal A.W.S Mallaby pada 25 Oktober 1945.
Tujuannya adalah pihak Belanda ingin Inggris melucuti senjata Jepang dan menyelamatkan interniran sekutu.
Setelah diadakan pertemuan antara wakil-wakil pemerintah RI dengan Jenderal A.W.S Mallaby, maka dihasilkan beberapa kesepakatan bersama Inggris.
Sayangnya, pihak Inggris mengingkari janjinya dan memicu perperangan di Surabaya.
Pihak Inggris ingkar janji dan memicu peperangan
Inggris melakukan aksi pengkhinatan atas kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Pada 26 Oktober 1945, tentara Inggris lewat pasukan Field Security Section di bawah pimpinan Kapten Shaw, melakukan penyergapan ke penjara Kalisosok.
Pihak Inggris membebaskan Kolonel Huiyer, seorang Kolonel Angkatan Laut Belanda beserta kawan-kawannya.
Tak hanya itu, tentara Inggris juga menguasai Pangkalan Udara Tanjung perak, Kantor Pos Besar, Gedung Internatio, dan lokasi penting lainnya.
Pertempuran pemuda Indonesia dengan Inggris di Surabaya
Inggris berencana melakukan gencatan senjata untuk merebut kembali kekuasaannya di Surabaya.
Pada situasi tersebut, pemuda Indonesia melawan pasukan Inggris secara langsung, pada 27 Oktober 1945.
Kontak senjata itu meluas di Surabaya dan berlangsung cukup lama, hingga 30 Oktober 1945.
Perjuangan para pahlawan di Surabaya membuahkan hasil, yaitu mampu merebut lokasi yang sebelumnya dirampas Inggris.
Akhirnya, komandan pasukan sekutu menghubungi Presiden Soekarno untuk mendamaikan perselisihan antara para pejuang Indonesia dengan pasukan Sekutu (Inggris) di Surabaya.
Memenuhi permintaan Inggris, pada tanggal 30 Oktober 1945, Bung Karno, Bung Hatta, dan Amir Syarifuddin datang ke Surabaya.
Singkat cerita, perdamaian berhasil dicapai dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Salah satu kesepakatannya adalah untuk menjaga keamanan di Surabaya dan sekitarnya.
Saat itu juga dibentuk Kontak Biro sebagai sarana berkomunikasi kedua belah pihak.
Anggota Kontak Biro yang mewakili Indonesia adalah Residen Sudirman, Dul Arnawa dan Sungkana.
Sementara, pihak Inggris diwakili Mallaby dan Shaw.
Namun, setelah Bung Karno, Bung Hatta, dan Amir Syarifuddin kembali ke Jakarta, pertempuran Inggris dengan Indonesia di Surabaya terjadi lagi.
Meninggalnya Jenderal A.W.S Mallaby
Merasa bertanggung jawab, Kontak Biro pun mendatangi daerah pertempuran di Surabaya untuk mendamaikan kedua pihak.
Pada tanggal 30 Oktober 1945, para anggota Kontak Biro berangkat ke gedung Internatio dengan mobil.
Di gedung yang dikuasai oleh Inggis tersebut, masih terjadi kontak senjata anatara Inggris dengan Indonesia.
Arek-arek atau pemuda di Surabaya mengepung gedung Internatio dan mendesak Inggris untuk mengosongkan gedung Internatio.
Begitu Kontak Biro datang, arek-arek Surabaya justru marah lantaran melihat Mallaby.
Mereka ingin Mallaby dan tentara Inggris menyerah.
Ketika malam hari sekitar pukul setengah delapan malam, mobil yang dikendarai Jenderal Mallaby meledak.
Tewasnya Brigjen Mallaby ini memancing kemarahan pasukan Inggris.
Ultimatum Inggris mengancam Indonesia
Pada tanggal 9 November 1945, pihak Inggris yang diwakili Mayjen E.C. Mansergh mengeluarkan ultimatum.
Inggris meminta pihak Indonesia di Surabaya meletakkan senjata selambat-lambatnya jam 06.00 tanggal 10 November 1945.
Sayangnya isi ultimatum Inggris berupa ancaman bahwa pihak Inggris akan menggempur kota Surabaya dari Darat, Laut, dan Udara, apabila orang-orang Indonesia tidak mau menaati ultimatum
itu.
Selain ancaman, ultimatum tersebut juga meminta pasukan Indonesia berkumpul pada 10 November 1945.
Berikut isi permintaannya:
“………semua pemimpin bangsa Indonesia dari semua pihak di kota Surabaya harus datang selambatlambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pada tempat yang telah ditentukan dan membawa bendera merah putih dengan diletakkan di atas tanah pada jarak 100 m dari tempat berdiri, lalu mengangkat tangan tanda
menyerah.”
Kenyataannya, Inggris melanggar janjinya kedua kali dengan mengerahkan semua kekuatan yang dimilikinya.
Pada 10 November 1945, terjadilah pertempuran besar-besaran di Surabaya.
Saat itu, tokoh pahlawan bernama Bung Tomo, mendirikan Radio Pemberontakan untuk membangkitkan semangat melawan tentara Inggris.
Pada saat terjadi pertempuran di Surabaya, Bung Tomo melantangkan orasinya dengan penuh semangat.
Bung Tomo berhasil memimpin dan mengendalikan kekuatan rakyat melalui pidato-pidatonya.
Tak hanya Bung Tomo, tokoh lain yang menyuarakan pidato revolusinya adalah Ktut Tantri.
Ia berani berpidato dalam Bahasa Inggris melalui Radio Pemberontakan Bung Tomo.
(Tribunnews.com/Safira)