Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Contoh Perlawanan Bangsa Indonesia Sebelum Abad ke-19, Beserta Ciri-Cirinya

Berikut contoh perlawanan bangsa Indonesia sebelum abad ke-19, yang terkenal adalah Perlawanan Pangeran Diponegoro, ini ciri-cirinya.

Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Contoh Perlawanan Bangsa Indonesia Sebelum Abad ke-19, Beserta Ciri-Cirinya
Gramedia
Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Nicolaas Pieneman - Berikut contoh perlawanan bangsa Indonesia sebelum abad ke-19, yang terkenal adalah Perlawanan Pangeran Diponegoro, ini ciri-cirinya. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut contoh perlawanan bangsa Indonesia sebelum abad ke-19.

Perlawanan bangsa Indonesia sebelum abad ke-19 dimulai sejak tahun-tahun awal kepindahan pemerintahan VOC dari Ambon ke Batavia.

Hubungan VOC dengan kesultanan Mataram yang awalnya baik menjadi tidak harmonis.

Kehadiran VOC di Batavia seringkali menghalangi kapal dari Mataram yang akan melakukan perdagangan ke Malaka.

Hal itulah yang menjadi dorongan kuat awal mulanya perlawanan bangsa Indonesia untuk mengusir VOC dari tanah Jawa.

Yaitu dimulai dengan perlawanan Sultan Agung pada tahun 1628.

Baca juga: Sejarah Hari Reformasi Nasional 21 Mei 1998, Mundurnya Soeharto sebagai Presiden RI

Selain kisah perlawanan Sultan Agung, contoh perlawanan bangsa Indonesia sebelum abad ke-19 yang terkenal adalah Perlawanan Pangeran Diponegoro.

BERITA REKOMENDASI

Simak kisah perlawanan Pangeran Diponegoro, mengutip dari laman Kemendikbud, berikut ini.

Perlawanan Diponegoro sebelum abad ke-19

Pangeran Diponegoro dikenal secara luas karena memimpin Perang Diponegoro atau disebut sebagai Perang Jawa.

Perang Jawa merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara.

Hal itu terjadi bermula karena Pangeran tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan.


Serta sejak tahun 1821 para petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan tanah oleh warga Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman.

Van der Capellen mengeluarkan dekrit pada tanggal 6 Mei 1823 yang menyatakan bahwa semua tanah yang disewa orang Eropa dan Tionghoa wajib dikembalikan kepada pemiliknya per 31 Januari 1824.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas