Jalak Bali, Si Putih Cantik nan Terancam Punah
Jalak Bali adalah salah satu dari sekian banyak satwa endemik yang dimiliki Indonesia. Burung Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) ini adalah jenis buru
Editor: Content Writer
Jalak Bali adalah salah satu dari sekian banyak satwa endemik yang dimiliki Indonesia. Burung Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) ini adalah jenis burung pengincau berukuran sedang yang lebih dikenal dengan mana Jalak Putih atau Curik oleh masyarakat Bali.
Kecantikan burung ini datang dari bulunya yang berwarna putih bersih, dipadu warna biru terang di sekitar matanya. Ditambah dengan warna hitam di ujung sayap dan ekor, membuat buruh ini terlihat semakin manis dan memanjakan mata.
Sayangnya, kecantikannya ini sempat membuatnya jadi sasaran perburuan liar karena harganya yang fantastis, mencapai puluhan juga untuk satu ekornya. Akibatnya, pada era 90an, Jalak Bali terancam punah.
Bayangkan saja, populasinya yang mencapai 900 ekor pada saat ditemukan pertama kali di tahun 1912, pernah tersisa hanya 50 ekor saja.
Penyebab lain disamping perburuan liar adalah kerusakan habitat dari Jalak Bali, yang dirusak oleh manusia.
Pemerintah kemudian mengambil tindakan dengan memberi status satwa dilindungi pada Jalak Bali pada tahun 1970, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian no. 421/KPTS/UM/8/1970.
Meski sudah masuk kategori satwa dilindungi, jumlah Jalak Bali masih terus menurun. Pada tahun 1990, jumlah Jalan Bali hanya mencapai 13 ekor saja yang hidup di Taman Nasional Bali Barat.
Adapun hasil inventarisasi pada Oktober 2008 yang dilakukan para Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Bali Barat, menyebutkan bahwa jumlah sebaran Jalak Bali hanya mencapai 30 ekor saja.
Kecilnya populasi burung diketahui salah satu penyebabnya adalah cara reproduksinya yang hanya menghasilkan 1-3 telur untuk setiap perkawinan. Berbagai upaya pun dilakukan oleh berbagai pihak, diantaranya dengan membuat konservasi yang dilakukan secara in-situ (di dalam habitat alaminya) maupun ex-situ (di luar habitat alaminya) dengan membuat penangkaran.
Sebagai upaya menghindari kepunahan Jalan Bali, PT Pertamina (Persero) melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Ngurah Rai, bergerak menjalankan program CSR berupa Edupark dan konservasi burung Jalak Bali di Desa Sibangkaja, Kabupaten Badung.
Progam ini bertujuan untuk meningkatkan populasi Jalak Bali dan melakukan edukasi kepada masyarakat untuk melestarikan satwa endemic Pulau Bali agar terhindar dari kepunahan.
Program ini melibatkan banyak pihak, diantaranya pemerintah, tenaga ahli pengembangbiakan Jalak Bali, serta masyarakat setempat. Tagar #SaveJalakBali juga digaungkan kepada masyarakat untuk membantu melestarikan satwa cantik yang hampir punah tersebut.
Program konservasi Jalak Bali ini pertama kali berawal dari kelompok pecinta burung yang ada di lingkungan Desa Sibangkaja. Dari orang-orang yang berminat, memiliki hobi, dan tergerak hatinya untuk melestarikan satwa endemic inilah yang sangat berjasa terhadap pelestarian burung Jalak Bali hingga sekarang.
Kelompok ini dibentuk, diberikan pealtihan, dan dibuatkan kandang di rumah masing-masing untuk dapat mengaplikasikan materi yang diberikan, sehingga mereka dapat merawat dan menjaga eksistensi dari Jalak Bali.
Tidak berhenti sampai di situ, setiap rumah di Desa Sibangkaja memelihara minimal sepasang Burung Jalak Bali, sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap eksistensi satwa endemic tersebut, untuk diwariskan pada generasi selanjutnya.
Dukungan pembangunan dan fasilitas penunjang untuk keberlangsungan program konservasi Jalak Bali terus dilakukan oleh Pertamina untuk meningkatkan kualitas dari program yang dicanangkan agar dapat memberikan dampak yang baik kedepannya.
Pembangunan kandang volier misalnya, menjadi senjata ampuh untuk membantu Jalak Bali dalam bereproduksi dan melahirkan peranakan baru guna menambah jumlah populasi mereka di dunia.
Selain pembangunan-pembangunan tersebut, dihadirkan beragam inovasi dari Pertamina untuk mendukung program konservasi dari Jalak Bali tersebut. Diantaranya adalah inovasi inkubator telur yang dapat menjaga kualitas dari telur yang dihasilkan oleh Jalak Bali dewasa untuk meningkatkan harapan kelahiran peranakan baru, juga inovasi dalam hal pakan yang digunakan sebagai sumber konsumsi bagi Jalak Bali.
Pakan yang diberikan kepada Jalak Bali semenjak 2017 diberikan inovasi berupa pelet yang berasal dari cangkang Kepiting, dedak jagung, sentrat, dedak padi, madu, dan vitamin-vitamin terkait.
Diketahui bahwa cangkang Kepiting yang digunakan juga berasal dari Kampung Kepiting yang letaknya tidak berjauhan dari lokasi Desa Sibangkaja. Cangkang Kepiting digunakan dalam campuran bahan pakan karena terkenal memiliki kalsium yang luar biasa tinggi untuk kesehatan dari Jalak Bali dan menghasilkan peranakan yang baik.
Jerih payah tersebut terasa lebih bermakna ketika program konservasi yang dilakukan membuahkan hasil yang sangat signifikan terhadap eksistensi Jalak Bali sekarang. Bermodalkan 18 ekor pada tahun 2015, sekarang jumlahnya telah mencapai 45 ekor yang berada di penangkaran Jalak Bali Desa Sibangkaja.
Sejak tahun 2015 hingga sekarang, melalui program CSR PT Pertamina (Persero) di DPPU Ngurah Rai telah berkontribusi terhadap peningkatan populasi Jalak Bali di dunia sebesar 10%. Dimana dalam penangkaran itu sendiri terdapat peningkatan 150% populasi Jalak Bali dari dimulainya program konservasi hingga saat ini.
“Jalak Bali yang dulu tumbuh berkembang begitu pesat di Bali Barat sekarang ini sudah semakin punah. Inisiatif masyarakat bersama Pertamina ini membangkitkan kembali dan menyadarkan kita bersama untuk mencoba kembali menumbuhkembangkan Jalak Bali,” ujar Wakil Bupati Badung, I Ketut Suiasa.
Sekarang, program konservasi tersebut telah melekat dalam diri setiap masyarakat Desa Sibangkaja. Uniknya, desa ini sekarang mendapat julukan Kampung Jalak Bali atas kontribusinya dalam melestarikan burung cantik dari Pulau Dewata tersebut.
Adanya konservasi tersebut, membuat Desa Sibangkaja ramai didatangi oleh pengunjung, baik pelajar ataupun wisatawan yang ingin melihat dari dekat Jalak Bali, ikon fauna dari Pulau Dewata.
“Dari Pertamina, dukungan yang luar biasa buat kita, untuk pembangunannya, fasilitasnya, dan semua dukungannya termasuk masyarakat kita juga dibantu untuk pengerjaan program ini. Pengunjung yang ada di Sibangkaja, mulai dari murid-murid dari lokal bahkan dari tamu-tamu banyak yang antusias dan peduli sekali tentang apa yang kami lakukan,” ujar I Nyoman Madia salah satu warga yang turut berpartisipasi dalam melestarikan Jalak Bali.
Efek simultan dari program CSR Pertamina di DPPU Ngurah Rai telah menghasilkan tidak hanya dari aspek lingkungan yang melestarikan dan melindungi Jalak Bali dari kepunahan.
Namun, juga merambah kepada aspek pendidikan yang menjadi tempat edukasi bagi masyarakat dalam pengembangbiakan Jalak Bali, aspek sosial yang menjadi tempat bagi masyarakat untuk mensosialisasikan kepada pengunjung untuk ikut serta dalam melestarikan dan melindungi Jalak Bali, aspek ekonomi yang menjadi tempat bagi kelompok konservasi Jalak Bali untuk mendapatkan pemasukan dari wisatawan yang datang berkunjung untuk melihat Jalak Bali, dan aspek pemberdayaan yang membuat kelompok konservasi tersebut menjadi mahir dalam pemeliharaan Jalak Bali dan menjadi acuan bagi kelompok penangkar yang lain.
“Adanya program CSR ini, pelestarian burung Jalak Bali itu ternyata mudah, jika kita mau berusaha untuk mengembangkannya,” ujar Kepala Desa Sibangkaja, Ni Nyoman Rai Sudani.
Kedepan, PT Pertamina (Persero) berharap program konservasi yang telah berlangsung dapat berkontribusi lebih banyak terhadap populasi Jalak Bali di dunia. Sehingga, bukan tidak mungkin anak cucu negeri kita masih dapat melihat kepakan indah sayap dan kicauan merdu dari burung berbulu putih itu.
Semua ini adalah wujud nyata dari usaha PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan energi yang peduli dengan lingkungan di sekitarnya, juga sebagai bukti bahwa Pertamina memberikan program CSR kepada warga dan lingkungan secara berkelanjutan agar dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan yang berada di sekitarnya. (*)