TRIBUNNEWS.COM, PONOROGO - Pasangan Agus Widodo dan Anis Nurul Laili tak menyangka anak bungsunya, Aji Bangkit Pamungkas dapat menyumbangkan emas dari cabang Pencak Silat Tarung Putra Kelas 85-90 KG di Asian Games 2018 untuk Indonesia.
Sebab, Bangkit baru pertama kali turun mengikuti ajang pertandingan pencak silat sekelas Asian Games.
"Kami nggak menyangka sekali bisa anak kami mendapatkan prestasi di Asian Games," kata Agus, ayah kandung Aji Bangkit Pamungkas yang dihubungi Kompas.com, Selasa (28/8/2018).
Baca: Mengenal Hanifan Yudani Kusumah, Sosok Pesilat Indonesia yang Peluk Jokowi dan Prabowo
Saat dihubungi Agus masih berada di Jakarta. Agus tak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya.
Mantan kondektur bus ini berkali-kali terdengar menangis tersedu saat ditanya perasaannya setelah melihat langsung sang anak dapat menyumbangkan emas ke-16 bagi Indonesia di arena Asian Games 2018.
Agus yang kini kesehariannya berjualan air isi ulang galon bersyukur atas prestasi yang diraih putranya, Bangkit.
Apalagi saat menyabet juara, Agus bersama dua kakak Bangkit menyaksikan langsung di Jakarta.
"Kulo (saya) bangga dan bersyukur sekali. Tetapi bangga seperti apa tidak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata," kata Agus.
Saat hendak menyaksikan adu tarung antara Bangkit dengan Sheik Ferdous Sheik Alauddin (pesilat asal Singapura) di final, jantung Agus terus berdebar-debar.
Tapi ia terus berdoa agar anak keempatnya itu lancar dan sukses meraih juara.
"Sebelum Bangkit bertanding perasaan saya sudah nggak karu-karuan, dan jantung berdebar kencang. Tapi saya terus berdoa dan zikir," kata Agus.
Perasaannya baru mulai lega setelah Bangkit mendapatkan poin dan unggul. Kontan ia berteriak dan memberikan semangat bagi anaknya hingga akhirnya meraih juara.
Puncaknya, saat momen pengalungan medali emas, Agus tak kuasa menahan air mata.
Ia menangis saat melihat anaknya berada di atas podium menerima hadiah diikuti dengan pengibaran bendera merah putih yang diiringi lagu Indonesia Raya.
Sebelum berkiprah di dunia silat, kata Agus, Bangkit awalnya tidak tertarik berlatih pencak silat. Bangkit lebih menyukai sepak bola dan futsal sejak duduk di bangku TK hingga SD.
"Bangkit mulai suka belajar silat saat duduk di bangku SMP. Ia tertarik belajar silat setelah melihat dua kakaknya berhasil banyak mendapatkan prestasi dari cabang pencak silat," ungkap Agus.
Saat itu, Bangkit berdalih tidak tertarik silat lantaran ia tidak suka berkelahi. Untuk itu, ia lebih memilih bermain sepak bola. Bahkan saat di SD, Bangkit pernah meraih juara sepak bola.
Setelah tertarik silat, Agus menekankan agar Bangkit bersungguh-sunguh dan disiplin dalam berlatih. Kendati demikian, berat badan Bangkit yang berat membuat kesulitan mencari lawan yang sepadan.
"Bobotnya terlau over sehingga sulit mencari lawan. Tapi saya bersyukur dia tidak patah semangat, tetap latihan. Para pelatihnya yang melihat potensi Bangkit luar biasa tak henti-hentinya memberi motivasi," ungkap Agus.
Berangkatkan haji orangtua
Tentang janji Bangkit setelah mendapatkan bonus akan memberangkatkan haji orangtuanya, Agus bersyukur.
Menurutnya, Bangkit tak lupa kepada orangtua saat sukses. Apalagi, ia dan istrinya sudah memimpikan naik haji dan umrah.
Tak hanya itu, prestasi Bangkit membantu banyak bagi keluarganya. Dari hasil jualan isi air ulang rupanya belum mencukupi untuk membiayai kuliah satu kakaknya.
Untuk membayar kuliah kakak Bangkit, Agus harus menggadaikan sertifikat dan berhutang.
Namun setelah Bangkit masuk pelatnas, ia dapat membantu membayar biaya kuliah kakaknya di UNS.
"Saya terharu karena itu," kata Agus sambil menangis tersedu-sedu.
Agus bercerita, sejatinya kakak Bangkit yang kuliah di UNS juga beprestasi di bidang pencak silat. Bahkan ia sering menjuarai berbagai kejuaraan pencak silat tingkat perguruan tinggi.
Bermodal prestasi itu, Agus pernah mengajukan keringanan biaya kuliah anaknya. Namun permohonan itu tidak dikabulkan pihak universitas.
Usai meraih emas di Asian Games, Agus mengharapkan anaknya tidak cepat berpuas diri. Ia meminta Bangkit terus berlatih keras untuk meraih banyak prestasi di pencak silat.
Terkait tawaran pemerintah pengangkatan menjadi PNS, TNI atau Polri bagi atlet peraih medali emas, Agus menyerahkan sepenuhnya kepada Bangkit.
Ibunda Bangkit, Anis Nurul Laili, mengaku terenyuh dan bahagia begitu mendengar kabar anaknya menjadi juara. Hanya saja, saat Bangkit bertanding meraih emas, Laili tak bisa menyaksikan langsung.
Saat Bangkit bertanding, Laili dalam perjalanan menuju Jakarta. Ia mendapatkan informasi Bangkit bertanding dalam final perorangan melawan atlet dari Singapura, Rabu (29/8/2018).
"Ternyata mainnya dimajukan tanggal 27. Jadi saya tidak bisa melihat langsung," kata Laili.
Kendati demikian, Laili mengaku tidak kecewa. Malahan ia bangga karena Bangkit akan memberangkatkan diri dan suaminya naik haji setelah menerima bonus dari pemerintah.
Warga Desa Kertosari, Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo, ini mengatakan, untuk membesarkan empat anak-anaknya, Laili terpaksa berangkat kerja menjadi TKW di Taiwan.
Selama enam tahun (2010-2016) ia membanting tulang di Taiwan untuk menghidupi anak-anaknya setelah sang suami mengalami kecelakaan.
"Enam tahun saya bekerja di Taiwan karena bapaknya Bangkit mengalami kecelakaan," kata Laili.
Saat bekerja sebagai TKW, kata Laili, Bangkit masih duduk di bangku SD. Ia hanya mendapatkan kabar dari kakak dan suaminya terkait aktivitas Bangkit yang rajin berlatih pencak silat.
"Saya mendapatkan kabar kalau Bangkit sering tidur di padepokan karena ingin serius berlatih pencak silat. Dan, alhamdulillah keseriusan dan kedisiplinannya berlatih membuahkan hasil saat ini," jelas Laili.
Laili sempat hendak berangkat kembali bekerja sebagai TKW di Taiwan. Namun anak-anaknya melarang.
Untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya, ia berjualan ikan bakar.
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: "Tangis Penjual Air Isi Ulang saat Tahu Anaknya Raih Medali Emas di Asian Games"