M Taufik, Maestro Mungil Timnas Indonesia untuk Hancurkan Malaysia
ra Firman Utina dan Ahmad Bustomi sebagai maestro lini tengah Indonesia mulai terkikis menyusul dualisme kompetisi
Penulis: Deodatus Pradipto
Editor: Yulis Sulistyawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Deodatus Pradipto dari Kualalumpur
TRIBUNNEWS.COM, KUALALUMPUR - Era Firman Utina dan Ahmad Bustomi sebagai maestro lini tengah Indonesia mulai terkikis menyusul dualisme kompetisi dan timnas. Sekarang waktunya bagi Muhammad Taufiq sebagai gelandang terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini. Taufik kini siap dimainkan untuk mengalahkan Malaysia.
Postur Taufiq terhitung mungil bagi seorang pemain sepakbola. Namun, justru kekurangan tersebut yang menjadi kelebihan pemuda 26 tahun tersebut. Pergerakannya yang lincah dan visi permainannya yang bagus menjadi keunggulan. Taufik selalu menjadi pilihan utama Pelatih Nil Maizar di ajang Piala AFF 2012 meski pun memiliki Tonnie Cussel dan Vendry Mofu. Ia pun menunjukkan dirinya sebagai roh lini tengah Tim Garuda.
"Kita harus cerdik. Walaupun kecil, kita tidak mungkin harus selalu beradu fisik dengan lawan. Tapi, kami harus bermain dengan kemauan dan kecepatan serta teknik," papar pemuda kelahiran Tarakan, Kalimantan Utara, itu kepada Tribunnews.com di Kuala Lumpur.
Determinasi tinggi dan permainan bak seorang dirigen lapangan tengah yang ditunjukkan Taufik sebenarnya bisa tercium dari pemain-pemain yang menjadi inspirasinya. Taufik mengaku mengiodalkan Uston Nawawi, Firman Utina, Xavi Hernandez, dan Andres Iniesta sebagai pemain favoritnya.
"Pokoknya dari dulu saya memang ingin sekali jadi pemain sepakbola yang biasa saya lihat di televisi seperti Uston Nawawi, Kurniawan. Saya ingin seperti mereka. Cuma saya kerap berpikir tidak mungkin seperti mereka, dulu hanya sebatas angan," ungkapnya.
"Saya suka Uston Nawawi dan Firman Utina. Kalau pemain luar saya suka pemain-pemain Barcelona seperti Xavi dan Iniesta. Inspirasi saya adalah Xavi dan Andrea Pirlo, saya suka gaya mereka. Mereka jadi inspirasi karena bermain di posisi kita jadi kita bisa melihat bagaimana teknik dia," papar sahabat karib Andik Vermansyah itu.
Kecintaan Taufiq kepada sepakbola dimulai sejak kecil. Hari-harinya dilalui dengan permainan si kulit bundar. Bermain hingga malam hari dan bermain di selasar bangunan mall pun dia jalani. "Kapan pun dan di mana saja saya selalu main bola," tuturnya.
Beruntungnya, Taufiq memiliki kedua orangtua yang selalu mendukung kecintaannya kepada olahraga rakyat ini. Masa kecilnya di Tarakan banyak diisi dengan berlatih dari satu kampung ke kampung lainnya selain mengikuti Pekan Olahraga Daerah (Porda) dan liga-liga lokal.
Atas pertimbangan pengembangan sepakbola yang kurang baik di Tarakan, Taufiq mengikuti saran dari keluarganya untuk hijrah ke Surabaya. Di Kota Pahlawan, Taufiq bermain di sebuah kompetisi di bawah naungan Persebaya. Dari situ, kariernya terus menanjak dan masuk ke tim junior. Pemain dengan tinggi 176 cm itu hanya butuh dua tahun di tim junior Persebaya dan berhasil menembus tim senior. Taufik memang layak menjadi maestro lini tengah masa depan Indonesia. Dan mungkin saja rasanya melihat dia bermain di luar negeri sesuai impiannya.
"Saya ingin sukses di dalam maupun luar negeri, mungkin di Barcelona," seloroh Barcelonista itu.