Hitam Putih Afrika Selatan
Sejarah Afrika Selatan
Editor: Widiyabuana Slay
Pembentukan komunitas-komunitas pun masih berdasarkan warna kulit. Komunitas motor besar Harley Davidson, misalnya, 99 persen beranggotakan kullit putih. Sementara kulit hitam juga punya komunitas sepeda motor besar non-Harley.
Lalu, Piala Dunia 2010 diharapkan menjadi alat pembauran. "Different trib, one pride, one win." Demikian slogan pemerintah. Dengan Piala Dunia, diharapkan semua rakyat Afsel dari semua suku dan warna kulit merasa satu sebagai Afrika Selatan, pendukung Bafana Bafana.
Di Fan Fest atau stadion, pembauran itu terasa. Orang Afsel baik hitam atau putih bisa menyatu dalam selebrasi, nyanyian, tarian, dan raungan dengan Vuvuzela. Ini akan menjadi menarik jika pembauran sporadis akibat Piala Dunia itu berimmbas ke pembauran secara politis, ekonomi, sosial, dan budaya.
Siapa tahu, olahraga, dalam hal ini sepak bola, justru mampu membangun peradaban bangsa lebih baik. Sebab, harusnya tak ada vested interest di sepak bola. Mungkin tak besar efeknya. Tapi, setidaknya Piala Dunia 2010 mengkondisikan pembauran di Afsel. Setidaknya, semua bersatu tanpa rikuh, tanpa mengingat sejarah permusuhan, tanpa merasa saling hegemonis, tetapi satu Afrika Selatan.
Siapa tahu, sejak Piala Dunia 2010 semuanya akan melebur dan tak perlu lagi ada garis hitam-putih di semua bidang. Afsel menjadi Unity in Diversity, seperti moto bangsa itu. Artinya, bersatu dalam perbedaan, Binneka Tunggal Ika.
Lewat kebersamaan dan persatuan, siapa tahu jurang kaya-miskin tak lagi lebar. Perbedaan cara hidup berubah menjadi merata dalam standar yang manusiawi. Pergaulan menjadi lebih indah dan memesona. Keteangan lebih terbangun, tanpa harus merasa was-was di setiap saatnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.