Laporan wartawan Tribun Deodatus Pradipto dari Moskow
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Saya sedang berada di Red Square, Moskow, Kamis (21/6) sore saat bertemu Masashi, Taka, dan Hiro. Sebelum saya tahu nama mereka, terlihat jelas mereka orang Jepang.
Tiga pria ini datang untuk memberikan dukungan kepada tim nasional Jepang yang bermain di Piala Dunia 2018. Mereka mengenakan seragam Timnas Jepang dan membawa bendera Jepang.
Mereka sempat berfoto bersama pendukung tim nasional Kolombia sebelum berbincang dengan saya. Tim nasional Jepang meraih kemenangan Kolombia pada laga pertama penyisihan grup H.
"Kami menang di pertandingan pertama, tapi kami enggan sesumbar. Masih ada dua pertandingan lagi," ujar Hiro yang berasal dari Osaka.
Masashi kemudian bertanya soal asal saya. Setelah mendengar jawaban saya, dia menunjukkan respons positif.
"Oh Indonesia. Saya belum pernah ke Indonesia, tapi banyak orang Jepang tinggal di sana," kata Masashi.
Satu di antara banyaknya orang Jepang yang tinggal di Indonesia adalah kakak ipar Masashi. Kakak iparnya tinggal di Yogyakarta.
Soal Indonesia, Masashi lalu mengungkapkan harapannya. Harapan itu adalah tim nasional Indonesia bisa berpartisipasi di Piala Dunia.
"Semoga Indonesia bisa ikut Piala Dunia, ya," ujar Masashi yang selalu menghadiri lima Piala Dunia terakhir.
Sepintas saya jadi teringat beberapa hari lalu. Saat sedang berada di eskalator sebuah stasiun Metro, bertemu dengan dua orang asal Armenia. Mereka tanya asal saya dan sedikit malu ketika menjawab pertanyaan mereka, "Tim Indonesia ikut Piala Dunia?"
Saya bilang tim nasional Indonesia punya pekerjaan rumah yang terlalu banyak untuk bisa menembus Piala Dunia. Kualitas tim nasional kita, suka tidak suka, harus diakui berada jauh di belakang tim-tim lain di Asia, termasuk Jepang.
Namun demikian, Masashi menunjukkan optimismenya. Dia bilang bangsa Jepang juga dulu pernah tertinggal jauh dalam berbagai hal, termasuk sepak bola.
"Duli tim kami justru jauh di belakang kalian," ujar Masashi.
Pada faktanya persepakbolaan Jepang tidak ada apa-apanya dibandingkan Indonesia pada era 1980-an. Namun demikian, Jepang mengambil sebuah langkah konkret yang membuat persepakbolaannya berkembang pesat.
Termasuk hal pertama yang mereka lakukan adalah mengganti kompetisi liga yang dibangun pada 1965 menjadi liga profesional alias J-League pada 1991. Mereka mendatangkan pemain-pemain bernama besar untuk menarik atensi dunia.
Satu di antaranya adalah Zico, legenda sepak bola Brasil. Cara ini yang kemudian diikuti oleh China, Amerika Serikat, dan India dal beberapa tahun belakangan ini dalam meningkatkan pamor kompetisi domestik mereka. Jepang membangun sebuah kompetisi yang digarap secara profesional dan kompetitif.
Namun demikian, hal terpenting dari strategi ini adalah pengembangan pemain di level dini. Jepang serius dalam mengembangkan sepak bola usia dini sehingga menghasilkan pemain-pemain berkualitas bagus. Ini sejalan dengan kompetisi profesional yang bagus. Pemain-pemain tersebut kemudian dipasok ke klub-klub profesional Jepang.
Tim nasional Jepang pertama kali mengikuti Piala Dunia pada 1998. Sejak saat itu mereka tak pernah absen di turnamen sepak bola paling akbar ini. Mereka menuai hasil pengembangan serius persepakbolaannya.
Bagaimana dengan tim nasional Indonesia? Sejak Indonesia merdeka, tim nasional Indonesia belum pernah tampil di Piala Dunia. Satu-satunya kebanggaan adalah pernah tampil di Piala Dunia 1938 sebagai tim Hindia Belanda.
Mimpi tampil di Piala Dunia selalu digelorakan. Pengembangan sepak bola usia dini selalu dibahas. Hasilnya belum terlihat sampai sekarang.
Namun demikian, jangan pernah takut bermimpi besar. Tim nasional Indonesia masih punya peluang menembus Piala Dunia. Terdekat adalah Piala Dunia 2022 di Qatar dan 2026 di Kanada, Amerika Serikat, dan Meksiko.
Tim nasional kita bisa juga berpartisipasi di Piala Dunia 2030. Status sebagai tuan rumah bisa membuka jalan itu. (Tribunnews/deo)