Laporan Wartawan Tribunnews.com, Deodatus Pradipto dari Nizhny Novgorod
TRIBUNNEWS.COM, NIZHNY NOVGOROD - Lawrence mengatupkan dua tangannya sambil menatap televisi yang menyiarkan pertandingan babak 16 besar Piala Dunia 2018 antara Tim Nasional Kolombia dan Inggris, Selasa (3/7/2018) malam waktu Nizhny Novgorod, Rusia, atau Rabu (3/7/2018) dini hari WIB.
Beberapa kali Lawrence menempelkan katupan tangannya ke wajah.
Matanya sempat terpejam.
"Ayolah Harry. Ayolah Jordan," seru Lawrence menyemangati Harry Kane dan Jordan Pickford, kapten dan penjaga gawang Timnas Inggris.
Lawrence adalah seorang pria asal Birmingham, Inggris.
Bersama Terry, temannya yang juga berasal dari Inggris, dan saya, kami menyaksikan babak adu tendangan penalti antara Timnas Kolombia dan Inggris.
Adu penalti dan Timnas Inggris adalah cerita lama yang identik dengan kegagalan.
Baca: Demi Mudahkan Penonton, Pemerintah Bangun Stasiun Metro yang Langsung Terhubung dengan Stadion
Langkah The Three Lions di kompetisi besar kerap terhenti gara-gara adu tendangan penalti.
"Bye, bye," ujar Lawrence kepada beberapa orang di restoran tempat kami menonton pertandingan itu sebelum adu tendangan penalti dimulai.
Lawrence dan Terry seolah sudah siap menyaksikan The Three Lions mengalami kekalahan dari Kolombia lewat adu tendangan penalti.
Terry, misalnya.
Beberapa detik sebelum adu tendangan penalti dimulai dia memilih meninggalkan meja dan pergi ke toilet.
Terry baru muncul setelah tendangan penalti Harry Kane, eksekutor pertama Timnas Inggris, masuk.
Di ajang Piala Dunia, Timnas Inggris empat kali harus melakoni adu tendangan penalti.
Mereka mengalami itu pada 1990, 1998, 2006, dan 2018.
Sebelum tahun ini, Timnas Inggris selalu kalah dalam adu-adu tendangan penalti itu.
"Kami lega sekali karena akhirnya bisa mematahkan kutukan itu. Saya benar-benar tidak tahu mengapa sampai ada kutukan itu," kata Lawrence.
Baca: Semarakkan Piala Dunia 2018, Pengunjung Bisa Gelar Resepsi Pernikahan di Fan Fest
Kemenangan atas Timnas Kolombia membawa Harry Kane dan kawan-kawan melaju ke babak perempat final Piala Dunia 2018.
Tidak ada yang lain selain suka cita di benak Lawrence atas keberhasilan ini.
"Tahun ini mereka punya kesempatan menjadi juara yang lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena tim-tim besar sudah tersingkir," ujar Lawrence.
Sejauh ini banyak tim besar yang telah angkat koper.
Mereka antara lain Jerman, Argentina, Portugal, dan Spanyol.
Di babak perempat final, The Three Lions akan menghadapi Timnas Swedia.
Lawrence mengaku sangat senang terhadap tim Inggris saat ini.
Tim ini bermaterikan pemain-pemain muda yang bertalenta.
Dari 23 pemain yang dipilih pelatih Gareth Southgate, hanya tiga pemain yang berusia 30 tahun ke atas.
Mereka adalah Gary Cahill (32), Ashley Young (32), dan Jamie Vardy (31).
Baca: Ketika Para Bule Angkat Topi untuk Timnas Jepang
"Itu yang saya suka dari Gareth. Dia meninggalkan pemain-pemain besar dan memberikan kepercayaan kepada pemain-pemain muda," kata Lawrence.
Lawrence memberikan acungan jempol kepada Gareth Southgate yang lebih mementingkan pemain-pemain muda yang tampil impresif di sepanjang Premier League musim lalu.
Lawrence juga menilai ini adalah buah dari kesuksesan regenerasi pemain di Inggris.
Para pemain muda mulai mendapatkan kesempatan bermain di klub-klub besar dan bermain di kompetisi-kompetisi antarklub Eropa.
Setelah memastikan diri lolos ke babak perempat final, pekerjaan rumah besar menanti para pemain Inggris.
Mereka tidak boleh jemawa atas keberhasilan mematahkan kutukan adu penalti.
Mereka harus memperbaiki performanya agar bisa melaju ke babak semi final.
"Kalau mereka bermain seperti di pertandingan ini lagi, mereka akan dilibas oleh Prancis, Uruguay, atau Brasil di babak-babak berikutnya," kata Terry.
Satu hal yang harus mereka perbaiki adalah konsentrasi dan mental bertanding.
Lawrence dan Terry sama-sama kecewa tim kesayangan mereka membuang kemenangan yang ada di depan mata.
Baca: Valentina Pandu Pengunjung Pakai Yandex Translater
Mereka menyorot keberhasilan Timnas Kolombia menyamakan kedudukan menjadi 1-1 di menit-menit akhir.
"Apa yang terjadi saat itu benar-benar suatu kemunduran. Kolombia dapat tendangan penjuru pertamanya, lalu dalam sekejap gol tercipta," ujar Terry. (*)