Laporan wartawan Tribun Deodatus Pradipto dari Nizhny Novgorod
Saya sedang berjalan kaki dari Stadion Nizhny Novgorod ke Stasiun Metro Strelka, Minggu (1/7) saat melihat seorang pria paruh baya mengenakan seragam tim nasional Peru.
Sambil berlalu, saya menguping percakapannya dengan seorang perempuan lokal. Pria itu bertanya arah ke Fan Fest Piala Dunia 2018 Nizhny Novgorod di Kremlin.
Karena lokasi Fan Fest searah dengan tempat saya menginap, saya menawarkan diri kepada pria itu untuk berjalan bersama. "Ola," sapa pria itu yang artinya halo dalam bahasa Spanyol.
"Saya dari Indonesia," kata saya sekaligus meralat asumsinya saya berasal dari negara di kawasan Amerika Latin.
Dia lalu menjulurkan tangannya seraya memperkenalkan diri. "Nama saya Arturo, dari Peru," katanya.
Dia datang ke Rusia seorang diri. Tanpa teman dan keluarga. Tujuannya ke Rusia murni untuk menyaksikan laga-laga tim nasional Peru di Piala Dunia 2018.
Tim kesayangannya telah angkat koper, namun Arturo tetap di Rusia. Dia memegang tiket pertandingan babak 16 besar antara tim nasional Kroasia dan Denmark di Stadion Nizhny Novgorod, Minggu (1/7).
Meski tim nasional Peru telah tersingkir, Arturo sama sekali tidak kecewa. Dia justru bangga terhadap performa Paolo Guererro, dkk.
"Tim kami main bagus, hanya kalah di pengalaman," kata Arturo.
Tim nasional Peru gagal melangkah ke babak 16 besar Piala Dunia 2018. Skuat asuhan Ricardo Gareca berada di posisi ketiga grup C, mengoleksi tiga angka.
Mereka kalah bersaing dari tim nasional Prancis dan Denmark. Andai jadi runner-up grup C, maka Peru akan bermain di Nizhny Novgorod, Minggu (1/7) melawan juara grup D.
"Andai penalti itu masuk, semuanya akan berbeda," ujar Arturo.
Tendangan penalti yang Arturo maksud adalah tendangan penalti Christian Cueva yang gagal membuahkan gol saat pertandingan melawan tim nasional Denmark di Saransk pada 16 Juni lalu. Peru kalah 0-1 pada laga itu.
"Meski tersingkir, saya tetap menyukai permainan tim kami. Prancis saja sampai kesulitan bermain melawan kami," ujar Arturo yang berasal dari kota Chiclayo itu.
Sepanjang sejarah, Piala Dunia 2018 adalah Piala Dunia kelima yang mereka ikuti. Sebelumnya Peru terakhir kali mengikuti turnamen ini pada 1982.
Empat tahun lagi Peru punya kesempatan untuk kembali bermain di Piala Dunia. Arturo optimistis tim nasionalnya bisa bermain di Qatar dan meraih pencapaian yang lebih baik.
"Saya yakin Peru akan bermain di Qatar dan saya pasti akan ke sana," kata ayah dua anak itu.
Arturo cukup percaya diri bepergian seorang diri ke luar negeri. Bahasa Inggrisnya bisa dibilang lebih buruk daripada saya. Dia beberapa kali tidak mengerti maksud omongan saya kepada dia dalam bahasa Inggris.
Saya sampai harus menggunakan aplikasi Google Translate untuk berbincang dengan dia. Dia juga harus menggunakan aplikasi yang sama untuk menimpali omongan saya.
"Apakah Indonesia bermain di Piala Dunia," tanya Arturo.
Sebelum menjawab pertanyaannya, saya tersenyum kecut. Saya bilang Indonesia tidak ikut Piala Dunia meski sepak bola adalah olahraga paling favorit di Indonesia.
Saya kemudian bercerita Indonesia sebenarnya pernah ikut Piala Dunia pada 1938 di Prancis, namun masih menggunakan nama Hindia Belanda karena saat itu masih berada di bawah kolonialisme Belanda.
"Seperti apa pertumbuhan di Indonesia saat ini," tanya Arturo lagi.
Saya jelaskan Indonesia sedang sibuk membangun dalam beberapa tahun terakhir. Di mana-mana ada pembangunan infrastruktur seperti jalanan dan jembatan.
"Peru juga sedang berkembang, tapi politik selalu mengganggu negara kami," kata pria yang bekerja di bidang farmasi itu.