Pilkada Bulan Desember 2020 Terlalu Berisiko
Selain memiliki risiko terhadap kesehatan, Pilkada yang tetap dipaksanakan di tengah pandemi Covid-19 dapat menurunkan kualitas kepercayaan.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Desember 2020, dinilai memiliki risiko tinggi bagi kesehatan semua pihak karena pandemi Covid-19 hingga saat ini belum berakhir.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengusulkan agar ditunda pelaksanaanya setelah musim pandemi.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, selain memiliki risiko terhadap kesehatan, Pilkada yang tetap dipaksanakan di tengah pandemi Covid-19 dapat menurunkan kualitas pelaksanaan dan kepercayaan publik.
"Jadi menurut kami terlalu berisiko Pilkada bulan Desember. Pak Menteri Kesehatan saja sudah ngomong sendiri," tutur Titi dalam diskusi online, Jakarta, Minggu (17/5/2020).
Menurut Titi, tahapan-tahapan pelaksanaan Pilkada pada saat ini juga tidak dapat dijalankan, sehingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bersikap secara independen menentukan waktu yang tepat.
"KPU harus mandiri, percaya diri sesuai kapasitas dan kompetensi yang ada padanya, harus berani membuat keputusan untuk menunda bila memang Desember 2020 tidak memadai untuk pelaksanaan Pilkada," tuturnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang penundaan Pilkada 2020, ditetapkan secara resmi waktu pemungutan suara akan digelar 9 Desember 2020.
Titi Anggraini menyebut, terdapat dua alasan partai politik ingin Pilkada terlaksana pada Desember 2020, padahal saat ini masih berlangsung pandemi Covid-19.
Baca: Raffi Ahmad Emosi Mobil Rp 15 Miliar Diisi Bensin Eceran Sama Denny Cagur, Nagita Ikutan Kesal
"Pertama, efek petahana. Kalau bahasa saya istilahnya menjaga politik, sosial, dan psikologis atas kepemimpinan yang sedang berkuasa," tutur Titi.
Kemudian alasan kedua, kata Titi, ketidakyakinan partai politik jika pelaksanaan Pilkada pada 2021 berdampak positif, karena banyak kepala daerah akan berakhir jabatannya pada Februari 2021.
"Nanti khawatir penjabat yang dipilih mengisi kekosongan kepala daerah, akan merugikan partai non penguasa," ucap Titi.
Menurut Titi, kekhawatiran tersebut seharusnya dibahasa DPR dan pemerintah secara detail, bukan malah mempertaruhkan pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan berakhir.
Untungkan Petahana
Dalam diskusi yang sama, peneliti CSIC Arya Fernandes mengatakan, petahana memiliki kesempatan yang lebih besar dalam menarik perhatian pemilihnya, saat sedang menyalurkan program bantuan sosial di tengah pandemi.