Bawaslu Ingatkan Masyarakat, Pemberi dan Penerima Uang Dapat Dijerat Hukum
Ratna mengkhawatirkan politik uang akan semakin meningkat karena kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang tengah terpuruk akibat pandemi corona.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia, Ratna Dewi Pettalolo, mengingatkan masyarakat supaya tidak memberi ataupun menerima uang terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Menurut dia, apabila diketahui melakukan politik uang selama pesta demokrasi rakyat di tingkat daerah itu, maka dapat dijerat hukum sesuai ketentuan aturan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Pilkada.
"Ini tantangan berat di dalam Pilkada 2020, apakah politik uang ini akan semakin subur, atau politik uang ini bisa berkurang, sangat tergantung bagaimana masyarakat memaknai Pilkada di tengah pandemi Covid-19," kata Ratna Dewi dalam keterangannya, Senin (27/7/2020).
Baca: Bawaslu Gandeng KPK Antisipasi Politik Uang di Pilkada 2020
Ratna mengkhawatirkan politik uang akan semakin meningkat karena kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang tengah terpuruk akibat pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Dia memandang salah satu akar masalah dari politik uang adalah persoalan ekonomi.
Jika melihat ketentuan UU Pilkada, kata dia, pemberi dan penerima bisa dikenakan sanksi pidana.
Ratna menjelaskan norma politik uang di UU Pilkada menerangkan lebih tegas dan aplikatif daripada UU Pemilu. Alasannya, pengaturan subyek setiap orang dapat lebih menjangkau terhadap pelaku politik uang.
"Dalam Pilkada, penerima uang atau materi lainnya juga bisa dijerat sanksi pidana, sementara dalam pemilu hanya pemberi yang bisa dijerat. Sehingga diharapkan akan memberikan kewaspadaan kepada masyarakat kita tidak menerima politik uang,” kata dia.
Sementara subyek seperti pelaksana kampanye, peserta kampanye, tim kampanye, petugas kampanye sangat terbatasi dan menyulitkan dalam pembuktian. Hal ini mengingat harus memastikan terdaftar tidaknya subyek ke KPU sesuai tingkatan.
"Pembatasan tahapan akan mempengaruhi proses penanganan pelanggaran, karena bila terjadi di luar tahapan yang disebut UU, maka perbuatan itu tidak bisa diproses, sehingga dapat mengganggu tahapan lain seperti politik uang yang terjadi pada masa rekapitulasi penghitungan perolehan suara," kata dia.
Baca: Pilkada saat Pandemi Covid-19 Rentan Politik Uang: Sudah Tahu Dana APBN Masih Dikasih Cap Gambar
Dia menilai, politik uang sangat berpotensi merusak kemurnian pelaksanaan hak pilih. Pelaku politik uang harus dijerat sanksi yang lebih berat agar menimbulkan efek jera.
"Memang salah satu politik hukum pidana kita di pilkada ini ingin memberikan efek jera terhadap pelaku politik uang makanya pengaturan subyek, penghilangan pengaturan di setiap tahapan dan juga sanksi yang berat diharapkan bisa memberikan efek jera pada Pilkada 2020," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.