Minta Bawaslu Hingga KemenPAN RB Tindak Lanjuti Temuan KASN Soal 490 ASN Tak Netral
KSAN mendapati laporan sebanyak 490 ASN yang kedapatan tidak netral dalam Pilkada per 19 Agustus 2020.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi meminta adanya tindak lanjut terkait temuan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) soal ASN tidak netral dalam gelaran Pilkada Serentak 2020.
Arwani pun meminta kepada Bawaslu RI, KemenPAN RB dan Kemendagri untuk menindak lanjuti hal tersebut.
Terlebih, KSAN mendapati laporan sebanyak 490 ASN yang kedapatan tidak netral dalam Pilkada per 19 Agustus 2020.
"Temuan KASN ini harus ditindaklanjuti oleh pengawas pemilu dan menjadi bahan penting bagi Kementerian PAN RB dan Kementerian Dalam Negeri dalam membuat peraturan agar netralitas ASN tetap terjaga," kata Arwani kepada Tribunnews, Kamis (27/8/2020).
Merujuk pada data KASN per 19 Agustus 2020 itu, jenis jabatan yang paling banyak melanggar adalah Jabatan Pimpinan Tinggi (27.1 persen), Jabatan Fungsional (25.5 persen), Administrator (14.9 persen), Pelaksana (12 persen) dan Kepala Wilayah berupa Camat/lurah (9 persen).
Baca: Per 19 Agustus, KASN Temukan 490 ASN Langgar Netralitas Terkait Pilkada 2020
"Dari data tersebut dapat kita analisa keterlibatan para pejabat penting di daerah erat kaitannya dengan upaya mobilitas vertikal paska pilkada dengan berharap mendapat promosi jabatan setelah kandidatnya memenangi Pilkada," ucap Arwani.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengaku tak heran, jika tim suskes terselubung ini tidak sedikit diisi oleh para ASN aktif bahkan menempati posisi strategis di pemerintahan.
Selain itu, ia menilai, bahwa keterlibatan pejabat di daerah dalam pilkada ini, tidak hanya eksklusif melibatkan kandidat petahana saja, namun kandidat non petahana memungkinkan juga untuk melibatkan PNS aktif.
"Realitas ini harus diantisipasi oleh pemerintah agar birokrasi di daerah tidak terlibat menjadi tim pemenangan kepala daerah," ucapnya.
Arwani juga menyebut, tindakan ASN yang tidak netral itu, selain menciderai demokrasi di daerah, juga akan merugikan masyarakat di daerah.
"Pelayanan publik menjadi terganggu karena ASN menjadi kelompok partisan apalagi ASN yang terlibat berada di pucuk pimpinan," jelasnya.