Mendagri Sebut 2 Kemungkinan Paslon Pilkada Langgar Protokol Kesehatan saat Pendaftaran
Masih terjadi pelanggaran protokol kesehatan pada saat pendaftaran pasangan calon, meski sudah dilarang dalam PKPU.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian sudah menduga adanya kerawanan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 pada saat pelaksanaan tahapan Pilkada.
Oleh karena itu, menurut Tito, pihaknya bersama KPU dan Bawaslu merancang proses pelaksanaan tahapan Pilkada sebaik mungkin, menyesuaikan dengan protokol kesehatan, termasuk pada saat pendaftaran calon kepala daerah.
"Kita melihat kerawanan pada saat pendaftaran calon, calon yang mungkin pendaftarannya memakai cara-cara dulu, arak-arakan, konvoi, kerumunan massa. nah oleh karena itu dari Kemendagri bersama KPU, Bawaslu jauh-jauh hari sejak Juli melakukan rapat itu, untuk KPU sebagai leading draf peraturan KPU yang disitu memuat protokol Covid-19," kata Tito usai rapat terbatas persiapan Pilkada bersama Presiden, Selasa (8/9/2020).
Baca: Polri Terjunkan 192.168 Personel untuk Kawal Pilkada Serentak 2020
Rancangan atau desain tersebut menurut Tito sudah sangat baik.
Hanya saja kekurangannya yakni waktu sosialisasinya yang sangat sempit.
Pembahasan peraturan KPU untuk Pilkada dilakukan pada 24 Juli dan baru ditetapkan 31 Agustus 2020, sebelum kemudian diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM sehari kemudian atau 1 September 2020.
"Artinya waktu sosialisasi (PKPU) sangat mepet hanya 2-3 hari," katanya.
Oleh karena itu menurut Tito ada dua kemungkinan, masih terjadinya pelanggaran protokol kesehatan pada saat pendaftaran pasangan calon, meski sudah dilarang dalam PKPU.
Kemungkinan pertama, pasangan calon sengaja mengerahkan massa sehingga menimbulkan kerumunan untuk unjuk kekuatan dalam Pilkada.
"Kemungkinan kontestan sudah tahu aturan ini dan Parpol sudah memberitahu, tapi sengaja ingin show force, unjuk kekuatan sehingga aturan Covid-19 yang diatur dalam PKPU dilanggar," katanya.
Kedua, Pasangan calon tidak mengetahui adanya larangan pengerahan massa. Paslon belum mendapat pemberitahuan, karena waktu sosialisasi yang mepet.
"Kemungkinan ada kontestan yang sosialisasinya belum sampai ke mereka, Sehingga masih berpikir cara lama, karena itu hal ini sudah berlangsung. Kita tentu pertama melakukan langkah-langkah untuk memberikan efek detterence, kami melakukan peneguran," pungkasnya.