Ini Alasan KPU Tak Bisa Diskualifikasi Calon Kepala Daerah yang Melanggar Protokol Kesehatan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku tak bisa mendiskualifikasi calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan. Ini alasannya.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
"Tetapi bagi yang tidak melanggar tentu harus dilindungi, didorong sesuai dengan haknya," katanya.
Baca: Pilkada Jalan Terus, Protokol Kesehatan Ketat Hingga Sanksi Tegas Agar Tidak Terjadi Klaster Baru
Raka mengatakan, sanksi-sanksi tersebut kemungkinan akan diatur dalam revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pilkada.
Sanksi itu dirancang agar seluruh pihak yang terlibat Pilkada mematuhi disiplin protokol kesehatan.
Bersamaan dengan itu, KPU mengaku akan terus melakukan sosialisasi dan koordinasi mengenai protokol kesehatan di Pilkada ini.
"Ini penting, jangan lalu kemudian kita hanya berpikir soal sanksi agar Pilkada ini tidak represif dan juga partisipatif," kata dia.
Mendagri batasi kerumunan massa saat Pilkada
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian juga menegaskan kerumunan yang melibatkan massa di setiap tahapan Pilkada harus dibatasi.
Terutama saat kampanye yang memungkinkan terjadinya kerumunan massa apapun bentuknya.
"Jadi seperti mohon maaf rapat umum, Saya tidak setuju ada rapat umum, konser apalagi, saya tidak sependapat maka saya membuat surat langsung ke KPU."
"Kemendagri keberatan tentang itu dan kemudian segala sesuatu yang menimbulkan kerumunan itu yang berpotensi tidak bisa jaga jarak dibatasi, tapi ada tidak fair."
Baca: Komisioner Bawaslu Paparkan Potensi Konflik Pilkada di Tengah Pandemi Covid
"Kalau semua kerumunan dibatasi yang diuntungkan adalah petahana karena petahana dari 270 daerah sekian petahana power-nya," kata Mendagri dalam diskusi virtual, Minggu (20/9/2020) dikutip dari laman Sekretariat Presiden.
Oleh karena itu agak kurang fair jika dibatasi total karena non petahana tentu ingin popularitas dan elektabilitasnya naik.
Maka itu ia memberikan pilihan sebuah ruang yang disebut rapat terbatas.
Ia pun telah mengusulkan pertemuan atau rapat terbatas hanya boleh dihadiri maksimal 50 orang.
Dengan tetap memperhatikan jaga jarak dan juga mendorong kampanye daring.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Fitria Chusna)