DPR Ungkap Alasan Ahli Kesehatan Tak Dilibatkan Rapat Tentukan Pilkada 2020: Butuh Keputusan Cepat
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengungkap alasan ahli kesehatan tidak dilibatkan dalam rapat untuk menentukan gelaran Pilkada 2020.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa membeberkan alasan tidak dilibatkannya ahli kesehatan dalam rapat penentuan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2020.
Ia mengatakan, DPR dan pemerintah harus memutuskan jadwal pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 secara cepat.
Oleh sebab itu, Komisi II tidak melibatkan unsur lain, seperti ahli kesehatan dalam rapat kerja bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu.
Saan menuturkan, untuk melibatkan pihak di luar kemitraan Komisi II, misalnya Ikatan Dokter Indonesia ( IDI), pihaknya harus berkoordinasi dengan Komisi IX dan pimpinan DPR.
Baca: Sederet Alasan Pilkada 2020 Tak Ditunda, Pakar Nilai Ada Kepentingan Petahana hingga Mahar Politik
Lantaran IDI secara kemitraan berada di Komisi IX, maka koordinasi dianggap membutuhkan waktu yang lama.
"Karena IDI kan secara kemitraan ada di Komisi IX. Sementara kita perlu memutuskan lebih cepat (Pilkada)," kata Saan saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/9/2020).
Terkait pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 ini, Komisi II telah meminta KPU dan pemerintah untuk berkoordinasi dengan Satgas Penanganan Covid-19.
Namun ia menekankan, tak menutup kemungkinan Komisi II akan mengundang IDI dalam rapat kerja terkait evaluasi tahapan pilkada.
Baca: Sama-sama Maju Pilkada 2020, Harta Kekayaan Bobby Ternyata Dua Kali Lebih Besar dari Gibran
"Tapi kan kita meminta KPU dan pemerintah untuk terus berkoordinasi dengan satuan tugas penanganan Covid-19 dan selalu kita minta."
"Nah, mungkin ke depan kita minta hadirkan IDI untuk kita dengar di rapat-rapat berikutnya," ujar Saan.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menyayangkan unsur ahli kesehatan tidak dilibatkan dalam rapat tersebut.
Hal itu disampaikan Daeng dalam webinar bertajuk "Dilema Pilkada 2020 di Tengah Covid: Mencari Solusi Kebaikan untuk Masyarakat", Kamis (24/9/2020).
Baca: KPU Larang Konser Musik, Perlombaan dan Kegiatan Olahraga Saat Kampanye Pilkada
"Kami sayangkan di Komisi II itu unsur kesehatan tak diajak bicara," kata Daeng, masih dikutip dari Kompas.com.
Kendati demikian, karena sudah diputuskan, Daeng berharap penyelenggara pilkada bisa benar-benar mencegah munculnya klaster baru Covid-19.
Menurut dia, sudah saatnya untuk meyakinkan rakyat dengan skenario-skenario bahwa Pilkada 2020 pada masa pandemi Covid-19 ini aman dari risiko penularan.
"Sekarang tidak cukup harapan, tapi skenario yang betul-betul menjamin."
"Oleh karena itu, ada baiknya KPU melakukan simulasi tentang pilkada yang betul-betul menjamin keselamatan warga," tegasnya.
Baca: Pilkada 2020 Harus Tetap Digelar Demi Stabilitas Pemerintahan Daerah
Baca: Muhammadiyah Siap Gugat Pemerintah Jika Pilkada Jadi Klaster Covid-19
Diketahui, penyelenggaraan Pilkada 2020 menuai polemik lantaran tetap digelar meski di tengah pandemi.
Pilkada 2020 rencananya akan digelar pada 23 September 2020.
Namun penyelenggaraannya ditunda akibat adanya pandemi Covid-19 dan akhirnya diputuskan kembali untuk digelar pada 9 Desember 2020.
Setelah jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air tidak kunjung reda, desakan ditundanya Pilkada 2020 kembali muncul.
Berbagai organisasi dan lembaga beramai-ramai meminta Pilkada 2020 sebaiknya ditunda untuk menekan angka penyebaran Covid-19.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Haryanti Puspa Sari/Sania Mashabi)