Setelah Megawati dan Puan Maharani, Sandiaga Uno Disebut-sebut Berpeluang Jadi Juru Kampanye Gibran
Sandiaga santer dikabarkan ikut menjadi jurkam Gibran-Teguh yang diusung PDIP, Gerindra, PAN, Golkar dan PSI.
Editor: Dewi Agustina
Apalagi, beberapa komisioner KPU RI, staf penyelenggara Pilkada, dan kepala daerah dinyatakan positif Covid-19.
Di antaranya, Ketua KPU RI, Arief Budiman dan Komisioner KPU Pramono Ubai.
Melihat kondisi semacam itu, Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo menyerahkan keputusan penundaan kepada KPU.
"Saya tidak punya kewenangan. Yang punya itu KPU, Bawaslu, dan Mendagri. Penundaan itu tergantung dari pusat," kata Rudy kepada TribunSolo.com, Senin (21/9/2020).
Misalkan putaran Pilkada 2020 tetap dilakukan, Rudy menyarankan penerapan protokol kesehatan diperketat.
Penyemprotan disinfektan, penyediaan hand sanitizer dan tempat cuci tangan, serta duduk dibikin berjarak menjadi diantaranya.
Terlebih lagi, kasus Covid-19 di Kota Solo terus merangkak tiap harinya dan kini menyentuh angka 589 kasus per 20 September 2020.

"Tapi kalau memang dilaksanakan harus ada sterilisasi TPS, lalu petugasnya harus tidak positif," tutur Rudy.
"Pemilih diberi sarung tangan satu-satu ketika mencoblos pasangan calon. Sarung tangan disediakan KPU lebih baik," imbuhnya.
Selain itu, Rudy juga menyarankan batas waktu pencoblosan diperpanjang, tidak hanya sampai pukul 13.00 WIB.
Waktu pencoblosan tiap pemilihpun juga diatur guna meminimalisir penumpukan di tempat pemungutan suara (TPS).
"Lantas undangan yang diedarkan harus diatur waktunya, sehingga tidak akan terjadi kerumunan," ucap Rudy.
"Saya minta jangan dibatasi sampai pukul 13.00 WIB. Kalau pemilih belum datang dilompati nanti biar jatuh di belakang sendiri," tambahnya.
Rudy berharap kotak suara tidak diputar keliling kampung lantaran mengurangi ruh demokrasi dalam Pilkada Solo 2020.
Baca: Sandiaga akan Bantu Pemenangan Bobby Nasution dan Cakada yang Diusung Partai Gerindra
"Itu tidak bagus, jadi karena mengurangi ruh demokrasi. Kok seperti jualan martabak keliling," ujar dia.
"Sampaikan ke masyarakat tidak boleh takut biarpun kondisi pandemi Covid-19 kalau perlu tingkatkan kualitas dan kuantitas Pilkada itu sendiri," tandasnya.
Desakan dari PWM Jateng
Desakan penundaan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 mencuat beberapa waktu belakangan ini.
Terpaparnya sejumlah Komisioner KPU RI, staf penyelenggara Pilkada, serta bakal calon kepala daerah menjadi satu penyebab mencuatnya desakan itu.
Ketua KPU RI, Arief Budiman dan Komisioner KPU Pramono Ubai menjadi di antaranya yang positif Covid-19.
Desakan penundaan Pilkada Serentak 2020 muncul dari berbagai lapisan masyarakat, tak terkecuali Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah.
"Kami berpendapat Pilkada sebaiknya ditunda pelaksanaannya," kata Khafid Sirotudin, Ketua LHKP PWM Jateng, Senin (21/9/2020).
"Bisa September 2021 seperti opsi yang dulu pernah dibahas DPR bersama Pemerintah, atau ditentukan kemudian sambil memperhatikan perkembangan pandemi yang ada," papar dia.
"Ini untuk keselamatan jiwa rakyat Indonesia," tegasnya.
Menurut Khafid, keselamatan jiwa dan nyawa rakyat harus lebih diutamakan daripada mengejar kekuasaan melalui Pilkada dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
Keselamatan nyawa seorang manusia merupakan hak asasi yang paling elementer.
"Pertumbuhan ekonomi menurun masih bisa diperbaiki dan dinaikkan kembali ketika kondisi new normal terjadi," ujar Khafid.
"Periode Kepala Daerah berakhir masih bisa ditunjuk Pejabat Pelaksana Tugas oleh Pemerintah pusat dan Mendagri," tutur dia.
"Tapi ratusan tenaga medis dan paramedis, serta ribuan nyawa rakyat yang meninggal apa bisa hidup kembali," imbuhnya.
Baca: Najwa Shihab Ungkit Omongan Masa Lalu Ingin Terjun Politik 20 Tahun Lagi, Ini Tanggapan Gibran
Khafid memiliki saran menyangkut waktu dan teknis penundaan Pilkada yang paling tepat.
Waktu yang paling tepat, imbuh Khafid, yakni setelah tahapan Penetapan Paslon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
"Penundaan setelah penetapan paslon oleh KPU adalah waktu yang paling tepat. Pasangan calon sudah ada dan tidak perlu dikocok ulang dari nol," ujarnya.
Itu pun dipandang Khafid memberikan hikmah dan keuntungan bagi berbagai pihak.
Pertama, bisa merealokasikan APBD/APBN untuk Pilkada dialihkan bagi penanganan pandemi Covid-19.
Kedua, tahapan kampanye pasangan calon menjadi lebih lama sebagaimana Pemilu Legislatif.
Menurut Khafid, itu bisa membuat masyarakat untuk mempertimbangkan, memilah, dan memilih pasangan calon yang ada secara matang.
“Bagi pasangan calon yang sudah ditetapkan KPUD juga akan lebih rileks, tidak tergesa-gesa atau istilah Jawanya ora kemrungsung dalam mensosialisasikan program dan dirinya kepada calon pemilih,” katanya.
Ketiga, bagi partai politik pengusung pasangan calon, juga memiliki kesempatan lebih panjang untuk konsolidasi pengurus dan anggotanya.
Keempat, pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu, Petinggi partai politik akan mendapat apresiasi positif dari seluruh rakyat Indonesia, sebagai modal yang tak ternilai harganya ketika recovery ekonomi pasca pandemi dijalankan.
Kelima, aparat negara seperti TNI dan Polri bisa lebih fokus dan konsentrasi penuh membantu pemerintah, serta bersinergi dengan berbagai kelompok masyarakat dalam menghadapi pandemi di tengah situasi kondisi yang memprihatinkan ini.
"Kami berharap pemerintah dan DPR segera bertemu untuk membahas dan menetapkan peraturan terkait penundaan Pilkada," ucap Khafid.
"Selanjutnya KPU dengan secara cepat dan tepat membuat PKPU tentang juklak penundaan pilkada. Lebih cepat lebih baik," imbuhnya.
Khafid mencontohkan, penundaan Muktamar Muhammadiyah di Solo yang rencananya pada 1-5 Juli 2020, dengan rela hati ditunda sampai tahun 2021 atau 2022 setelah mempertimbangkan madharat dan manfaatnya bagi umat dan masyarakat.
"Maka kami berharap Pemerintah, DPR dan KPU lebih berani bersikap untuk menghindari kemadharatan yang lebih besar daripada sedikit manfaat kekuasaan yang akan diperoleh di skala lokal daerah,” tandasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Berlimpah Tokoh Nasional, Jurkam Gibran Ada Nama Megawati, Puan hingga Kini Muncul Sandiaga S Uno