Ini 5 Paslon Pilkada Penerima Sumbangan Dana Kampanye Tertinggi: Tertinggi Rp 7,6 Miliar
Pada urutan pertama adalah paslon Munafri Arifuddin dan Abd Rahman Bando di Kota Makassar dengan total sumbangan
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hendra Gunawan
![Ini 5 Paslon Pilkada Penerima Sumbangan Dana Kampanye Tertinggi: Tertinggi Rp 7,6 Miliar](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/gubernur-kalteng-h-sugianto-sabran_20161219_110115.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap lima paslon peserta Pilkada penerima sumbangan dana kampanye tertinggi baik dari perseorangan, partai politik, maupun pihak lain dari 30 daerah yang menyelenggarakan Pilkada serentak tahun ini.
Pada urutan pertama adalah paslon Munafri Arifuddin dan Abd Rahman Bando di Kota Makassar dengan total sumbangan yang diterima sebesar Rp 7.665.000.000.
Kemudian urutan kedua adalah paslon Machfud Arifin dan Mujiaman di Kota Surabaya dengan nilai total sumbangan yang diterima sebesar Rp 7.250.000.000.
Baca juga: Menuju Pilkada Jateng 2020, Perhatikan Tata Cara Pemilih Mencoblos di TPS
Paslon pada urutan ketiga adalah paslon Ansar Ahmad dan Marlin Agustina di Provinsi Kepulauan Riau dengan nilai total sumbangan yang diterima sebesar Rp 4.300.000.000.
Kemudian peringkat keempat adalah paslon Sugianto Sabran dan Edy Pratowo dinKota Medan dengan total sumbangan yang diterima sebesar Rp 4.000.000.000.
Peringkat kelima adalah paslon Mahyeldi dan Audy Joinaldu di Provinsi Sumatera Barat dengan total sumbangan yang diterima Rp 3.940.000.000.
Data tersebut dipaparkan peneliti ICW Egi Primayogha berdasarkan hasil pemantauan ICW terhadap 30 daerah yang mencakup sembilan provinsi, 12 Kabupaten, dan sembilan kota.
Namun demikian Egi tidak menutup kemungkinan jika ada paslon peserta Pilkada dari 240 daerah lain yang menyelenggarakan Pilkada yang menerima sumbangan dana kampanye lebih tinggi dari yang dipaparkan.
Baca juga: Legislator PAN: Sukses Tidaknya Pilkada 2020 Ditentukan Dua Faktor Ini
Hal itu karena, kata Egi, ICW tidak memantau seluruh 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada karena keterbatasan waktu dan sumber daya.
Sehingga ICW hanya memantau beberapa daerah yang punya permasalahan dinasti, korupsi, dan berdasarkan keterwakilan dari seluruh provinsi di Indonesia.
Data tersebut, kata Egi, dikompilasi ICW hanya dari halaman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Egi mengatakan ada dua jenis data yang dipantau ICW yakni Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK).
Dua data tersebut dipilih karena dua data tersebut diwajibkan hingga 30 Oktober 2020 dan data PPDK, baru akan disampaikan setelah kontestasi Pilkada usai.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.