Jika Dugaan Mahar Rp 500 Miliar Terbukti, Partai Pengusung Dilarang Ajukan Calon di Pilpres 2024
Menurut dia, aturan itu tercantum di dalam Pasal 228 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifudin mengatakan, pelanggaran terhadap pemberian imbalan terkait pencalonan presiden atau wakil presiden dapat dijatuhkan sanksi sesuai ketentuan Perundang-Undangan.
Menurut dia, aturan itu tercantum di dalam Pasal 228 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca: Soal Dugaan Mahar Politik Sandiaga Rp 500 Miliar, Bawaslu Bakal Panggil Pihak Terkait
"Kalau di 228 (UU Pemilu,-red) itu sanksi tidak bisa mencalonkan pada periode selanjutnya, tetapi harus ada putusan pengadilan. Putusan pengadilan ini yang sedang kita lihat," ujar Afifudin ditemui di Hotel Bidakara, Rabu (15/8/2018).
Dia menegaskan, Partai Politik yang menerima imbalan harus dibuktikan melalui putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Pasal 228 (UU Pemilu,-red) itu dilarang menerima imbalan, (sanksi,-red) dilarang mengusung calon pada periode berikutnya. Yang menerima imbalan itu harus diputuskan dengan putusan pengadilan," kata dia.
Namun, dia menambahkan, apabila telah terbukti ditemukan adanya pemberian mahar politik, pihaknya tidak dapat memberikan sanksi berupa mengugurkan pasangan calon presiden-wakil presiden.
Ketentuan itu berbeda, jika mengacu pada aturan mengenai pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Baca: Mantan Pejabat Universitas Udayana Didakwa Memperkaya PT DGI dan Nazarudin Miliaran Rupiah
"Secara aturan ini pidananya belum kelihatan, berbeda dengan Pilkada. (Mengugurkan pasangan calon,-red) itu di pilkada. Mekanisme gak diatur dalam UU, kan kita menjalankan amanah UU," tambahnya.
UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu sudah melarang segala bentuk pemberian imbalan terkait pencalonan presiden/wakil presiden. Jika terbukti, parpol itu tak boleh mengusung capres/cawapres di periode berikutnya.
Berikut bunyi aturan tersebut:
Pasal 228
(1) Partai politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden;
(2) Dalam hal Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya;
(3) Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
(4) Setiap orang atau lembaga dilarang memberikan imbalan kepada Partai Politik dalam bentuk apa pun dalam proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.