Yusril: Meme Jokowi Harus Mundur Berbahaya Bagi NKRI
Meme Presiden Joko Widodo harus mundur dari jabatan karena kembali mencalonkan diri sebagai presiden untuk periode 2019-2024 tersebar luas di medsos.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meme Presiden Joko Widodo harus mundur dari jabatan karena kembali mencalonkan diri sebagai presiden untuk periode 2019-2024 tersebar luas di media sosial (medsos).
Di medsos beredar copy Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, disertai kata-kata “Jokowi Sudah Sah Bukan Presiden Indonesia dan Harus Mundur Sekarang Juga”.
Menanggap hal itu, Guru Besar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan di Pasal 6 UU Nomor 42 Tahun 2008, diatur pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai calon Presiden wajib mundur dari jabatan.
Namun, kata dia, ketentuan itu tidak berlaku bagi Presiden dan Wakil Presiden sebagai petahana. Hal yang sama diatur juga dalam pasal 170 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Padahal UU Nomor 42 Tahun 2008 itu sudah resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Pasal 571 huruf a UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diberlakukan sejak tanggal 16 Agustus 2017," kata Yusril, saat dihubungi, Sabtu (8/9/2018).
Baca: Pengacara Ungkap Semangatnya Ahok saat Curhat akan Menikah Selepas dari Penjara
Sehingga, dia menilai, presiden petahana Joko Widodo atau siapapun demi kepentingan bangsa dan negara tidak perlu berhenti atau mengajukan cuti.
Dia menegaskan, berbagai meme yang hanya mengutip sepotong UU Nomor 42 Tahun 2008, padahal UU itu sudah tidak berlaku lagi, adalah meme yang menyesatkan dan berbahaya bagi keselamatan bangsa dan negara.
"Khususnya dalam menyongsong Pemilu serentak tahun 2019 yang akan datang," tambahnya.
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan presiden petahana tidak berkewajiban cuti atau mengundurkan diri saat maju sebagai calon presiden untuk periode mendatang.
Menurut dia, pengaturan tentang keharusan mundur atau cuti itu tidak ada di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya dalam Bab yang mengatur pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
"Hal ini tidak saja berlaku bagi Presiden Jokowi, tetapi juga bagi siapa saja yang menjadi Presiden petahana di negara kita," ujar Yusril, saat dihubungi, Sabtu (8/9/2018).
"Tidak adanya ketentuan Presiden dan Wapres petahana berhenti atau cuti itu aturan yang benar dilihat dari sudut Hukum Tata Negara. Sebab, jika diatur demikian akan terjadi kerumitan yang membawa implikasi kepada stabilitas politik dan pemerintahan di negara ini," kata dia.
Baca: Daftar Nama 21 Korban Tewas Kecelakaan Bus di Cikidang, Sebagian Besar Warga Bogor
Dia mencontohkan, jika Presiden petahana berhenti setahun sebelum masa jabatan berakhir, maka Presiden wajib digantikan oleh Wakil Presiden sampai akhir masa jabatan. Untuk itu diperlukan Sidang Istimewa MPR untuk melantik Wapres menjadi Presiden.
Bagaimana jika Wapres sama-sama menjadi petahana bersama dengan Presiden, atau Wapres maju sebagai Capres, maka kedua-duanya harus berhenti secara bersamaan.
Apabila ini terjadi, kata Yusril maka Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Luar Negeri/Menlu (triumvirat) akan membentuk Presidium Pemerintahan Sementara. Dalam waktu 30 hari triumvirat wajib mempersiapkan Sidang Istimewa MPR untuk memilih Presiden dan Wapres yang baru.
"Kalau hal seperti itu terjadi setiap lima tahun, maka bukan mustahil akan terjadi kerawanan politik di negara kita ini. Kerawanan itu bisa mengancam keutuhan bangsa dan negara. Negara itu tidak boleh vakum kepemimpinan karena bisa menimbulkan keadaan kritis yang sulit diatasi," tegasnya.
Andai ketika jabatan Presiden vakum, terjadi keadaan darurat atau keadaan bahaya, siapa yang berwenang menyatakan negara dalam keadaan bahaya? Dia menambahkan, hanya Presiden yang bisa melakukan itu. Wakil Presiden apalagi Triumvirat, tidak punya kewenangan melakukannya.
Oleh karena itu, dia berpendapat, Presiden petahana, Jokowi atau siapapun, demi kepentingan bangsa dan negara, tidak perlu berhenti atau cuti.