Andi Saiful Haq: Soal Bajak Kader dan Dukungan Capres, Pihak Prabowo-Sandi Mengidap Amnesia Politik
Andi Saiful Haq menyatakan kekhawatiran itu tidak beralasan dan cenderung mengekspresikan kepanikan kubu Prabowo-Sandi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Sandi menyerukan agar Kepala Daerah tidak terlibat dalam urusan dukung mendukung pasangan Capres-Cawapres dalam Pilpres 2019 mendatang.
Sementara pihak Partai Demokrat menuding ada upaya pihak Jokowi-Maruf menggoda kader partainya untuk ikut mendukung kampanyenya.
Juru Bicara Partai Soilidaritas Indonesia (PSI), Andi Saiful Haq menyatakan kekhawatiran itu tidak beralasan dan cenderung mengekspresikan kepanikan kubu Prabowo-Sandi.
“Aturan mengenai Kepala Daerah menjadi tim kampanye itu sudah jelas aturan, tata cara dan sanksinya. Harus diingat, pada Pilpres 2014 ada 26 Kepala Daerah yang ikut mendukung Pasangan Capres-Cawapres saat itu. Dari 26 Kepala Daerah tersebut, 21 diantaranya mendukung Prabowo-Hatta, hanya 5 yang mendukung Jokowi-JK. Bahkan Ketua Tim Kampanye Prabowo-Hatta saat itu adalah Ahmad Heriawan yang merupakan Gubernur Jawa Barat. Jadi jika sekarang pihak Prabowo baru protes itu amnesia politik," ujar Saiful dalam keterangannya, Rabu (12/9/2018).
Saiful yang juga Caleg PSI Dapil Sulawesi Selatan ini mengingatkan agar tidak berprasangka buruk pada Kepala Daerah.
“Kekhawatiran soal mereka menggunakan jabatan untuk kepentingan Pilpres juga lebay, zaman sudah transparan, pelanggaran sekecil apapun bisa terlihat oleh pengawas Pemilu. Sejarah sudah membuktikan, dengan modal dukungan 21 kepala daerah harusnya Prabowo-Hatta menang, tapi faktanya kan kalah. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” Saiful menegaskan.
Baca: PSI: Wasekjen Gerindra Miskin Literasi soal Check and Balance
Mengenai soal kader parpol koalisi yang dibajak, Saiful menjelaskan bahwas sekali lagi jangan amnesia dalam politik sebab sebelum jadi Gubernur Papua, Lukas Enembe itu pembina Partai Damai Sejahtera.
Begitu juga dengan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB), sebelumnya dia adalah anggota DPR RI dari Partai Bulan Bintang.
"Ini kan soal postur politik yang lahir dari mekanisme rekruitmen dan pencalonan kepala daerah di Pilkada. Orang dengan mudah berpindah parpol. Dedi Mizwar itu baru masuk Demokrat menjelang Pilkada, jadi wajar jika pertimbang tokoh lokal dalam mendukung Capres tertentu lebih mengedepankan aspirasi rakyat yang dipimpinnya ketimbang pilihan Parpol yang cenderung merupakan keputusan eltis. Parpol bisa berganti, yang tidak tergantikan adalah dukungan rakyat," ujar Saiful Haq.
Saiful menambahkan jika kemudian ada kekhawatiran mengenai Partai Demokrat bermain dua kaki, itu urusan Koalisi Prabowo-Sandi dengan Partai Demokrat.
"Tapi kita bisa mengerti jika Partai Demokrat memberi kelonggaran kepada kadernya di daerah. Pemilu 2019 itu bukan hanya Pilpres tapi juga Pileg," kata dia.
Menurutnya, Partai Demokrat punya tugas berat menjaga elektabilitas partai yang notabene lebih besar dibanding PKS dan PAN.
Sebab beban itu harus dihitung dengan matang.
"Harusnya Prabowo dan Gerindra sudah menghitung itu saat memilih Sandi dan tidak mengambil Cawapres dari PD. Jika sekarang mereka khawatir ya terlambat. Bagaimanapun perolehan suara legislatif 2019 akan lebih strategis bagi masa depan PD, terutama untuk masa depan AHY ketimbang habis-habisan di Pilpres dimana mereka tidak jadi siapa-siapa," ujar Saiful.