Jubir PSI Sebut Terminologi Ekonomi Kebodohan Prabowo Hanya Fiksi
“Secara akademis dan keilmiahan, kita tidak pernah menemukan terminologi ini. Referensinya dari mana? Kita juga ingin tahu,” ujar Rizal
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bidang Ekonomi, Industri dan Bisnis, Rizal Calvary Marimbo menyoroti pernyataan Prabowo Subianto tentang praktik ekonomi kebodohan yang dijalankan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Rizal mengatakan, dalam ilmu ekonomi tidak ada terminologi ekonomi kebodohan.
Baca: Prabowo Sebut Indonesia Terapkan Ekonomi Kebodohan, Kubu Jokowi Beberkan Data Lain : Hoaks Baru
“Secara akademis dan keilmiahan, kita tidak pernah menemukan terminologi ini. Referensinya dari mana? Kita juga ingin tahu,” ujar Rizal dalam keterangannya di Jakarta, Senin (15/10/2018).
Rizal mengatakan, terminologi ekonomi kebodohan hanyalah sebuah fiksi, khayalan tim ekonomi Prabowo-Sandy.
Rizal menduga, tim ekonomi Prabowo sengaja memasok terminologi rekaan dan tidak akademis untuk menjatuhkan citra Jokowi.
“Tolong dibantu Pak Prabowo dengan memasok terminologi yang teruji secara akademis dan sudah dibakuhkan. Ini mau Pilpres bukan mau cari Ketua RT baru. Hancur ini kalau begini,” ucap dia.
Dalam pidatonya di Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Kamis (11/10/2018) itu, Prabowo menyebut, indikator pertama bahwa Indonesia sedang menjalankan ekonomi kebodohan adalah sejak 1997 hingga 2014, kekayaan Indonesia yang hilang dan dinikmati asing mencapai 300 miliar dollar Amerika Serikat.
Rizal mencurigai Prabowo mendapat masukan yang keliru soal ekonomi Indonesia.
Pasalnya, data yang sebenarnya menunjukan investasi asing di Indonesia tidak semasif negara-negara Asean lainnya.
Data dari Laporan Investasi Dunia UNCTAD menyebutkan, persentase rata-rata penanaman modal asing langsung di Indonesia terhadap total Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada kurun 2005-2010 dan 2011-2016 tidak pernah lebih dari 6 persen alias hanya berkisar 5,6 persen dan 5,7 persen.
Jika dibandingkan dengan Vietnam, besarannya bahkan empat kali lipat lebih besar dari Indonesia dengan persentase sebesar 20,4 persen pada 2005-2010 dan 23,2 persen pada 2011-2016.Adapun, Malaysia persentasenya mencapai 13,6 persen dan 14 persen.
“Jadi pandangan Prabowo itu hanya asumsi-asumsi yang dasarnya lemah. Datanya sebaliknya,” kata Rizal.
Baca: KPK Ingatkan Jangan Ada yang Nekat Buka Segel OTT di Kabupaten Bekasi
Rizal mengatakan, justru di era Jokowi pemerintah merebut aset-aset yang selama ini dikuasai asing.
“Misalnya, kepemiliikan 51 persen saham Freeport. Selain itu, Blok Rokan yang merupakan penghasil minyak terbesar juga telah dikelola oleh Pertamina 100 persen. Ini baru terjadi pada zaman Jokowi. Justru Freeport dulunya secara bulat dan utuh diberikan oleh mertua Prabowo kepada pihak asing. Sekarang sudah direbut oleh Jokowi,” ujar Rizal.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.